Wednesday, March 21, 2012

CARA MENGHITUNG PAJAK

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
Versi materi oleh Ismawanto


Sistem perpajakan adalah cara yang digunakan oleh pemerintah untuk memungut atau menarik pajak dari rakyat dalam rangka membiayai pembangunan dan pengeluaran pemerintah lainnya.

Ciri dari corak sistem perpajakan di Indonesia berdasarkan undang-undang yang berlaku antara lain sebagai berikut.
a. Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan peran serta masyarakat untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
b. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri.
c. Anggota masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang (self assessment).

Oleh karena itu, pemerintah mengatur sistem perpajakan yaitu Undang-Undang Perpajakan yang baru, yang terdiri atas UU Nomor 16 tahun 2000, UU Nomor 17 tahun 2000, UU Nomor 18 tahun 2000, dan UU Nomor 12 tahun 1994 tentang perubahan atas UU Nomor 9 tahun 1994, UU Nomor 10 tahun 1994, UU Nomor 11 tahun 1994, dan UU Nomor 12 tahun 1994.

a . Undang-Undang Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-undang ini berisi dua bab, yaitu:

1) Bab I mengenai pengertian dasar yang berkaitan dengan pajak dan perhitungan pajak.

Dalam UU ini berisi pengertian berikut.

a) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak dan pemotongan pajak tertentu.

b) Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan lainnya, BUMN atau BUMD dengan nama Pendapatan Kena Pajak (PKP) dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya.

c) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang. Mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

d) Pengusaha kena pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud diatas yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenakan berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak.

e) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

f) Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.

g) Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

h) Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu
1 (satu) tahun pajak.

i) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

j) Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Sementara itu, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima, baik berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan.

1) Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak meliputi:
a) - orang pribadi
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak
b) badan
c) bentuk usaha tetap, yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha dan melakukan kegiatan di Indonesia Subjek pajak terdiri atas subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

a) Subjek pajak dalam negeri adalah:
- orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
- badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

b) Subjek pajak luar negeri adalah:
- orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang menjalankan usaha;
- orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.

2) Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yang setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri, yang dpaat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam Bentuk apapun, termasuk:

a) penggantian atau imbahan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU ini;
b) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan
penghargaan;

c) laba usaha;
d) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
e) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
f) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
g) dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian SHU koperasi;
h) royalti;
i) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k) keuntungan karena pembebasan utang;
l) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n) premi asuransi;
o) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
Pajak atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lannya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau tabungan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.

3) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/ PMK.03/2005 ditetapkan tanggal 30 Desember 2005, tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

a) Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak disesuaikan menjadi sebagai berikut.
- Rp13.200.000,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi;
- Rp1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
- Rp13.200.00,00 (tiga belas juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
- Rp1.200.000,00 (satu juta dua ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak (3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

b) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku sejak tahun pajak 2006.

4) Tarif Pajak Penghasilan
Menurut UU Nomor 17 tahun 2000, tarif pajak yang ditetapkan atas penghasilan wajib pajak perseorangan (orang pribadi) dengan ketentuan sebagai berikut. Sementara itu, wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan sebagai berikut.

Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan
1) Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 120.000.000,00. Pajak Penghasilan terutang dihitung:
- Rp 25.000.000,00 × 5% = Rp 1.250.000,00
- Rp 25.000.000,00 × 10% = Rp 2.500.000,00
- Rp 50.000.000,00 × 15% = Rp 7.500.000,00
- Rp 20.000.000,00 × 25% = Rp 5.000.000,00
+
Jumlah Rp 16.250.000,00

2) Seorang wajib pajak mempunyai penghasilan neto setiap tiga bulan Rp 24.320.000,00 wajib pajak tersebut berstatus kawin dan mempunyai 3 orang anak, sedangkan istrinya tidak mempunyai usaha. Dengan demikian perhitungan PPh sebagai berikut.

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif Pajak
- Sampai dengan Rp 25.000.000,00 5 %
- Di atas Rp 25.000.000,00 – Rp 50.000.000,00 10 %
- Di atas Rp 50.000.000,00 – Rp 100.000.000,00 15 %
- Di atas Rp 100.000.000,00 – Rp 200.000.000,00 25 %
- Di atas Rp 200.000.000,00 35 %

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Tarif Pajak
- Sampai dengan Rp 50.000.000,00 10 %
- Di atas Rp 50.000.000,00 – Rp 100.000.000,00 15 %
- Di atas Rp 100.000.000,00 30 %

Penghasilan neto setahun:
24.320.000 × 4 = Rp 97.280.000,00
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
- Diri wajib pajak Rp 2.880.000,00
- Tambahan istri Rp 1.440.000,00
- Anak 3 × 1.440.000 Rp 4.320.000,00
+
Rp 8.640.000,00
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 88.640.000,00 PPh terutang setahun:
Rp 25.000.000,00 × 5 % = Rp 1.250.000,00
Rp 25.000.000,00 × 10 % = Rp 2.500.000,00
Rp 38.640.000,00 × 15 % = Rp 5.796.000,00
+
Rp 9.546.000,00 Jadi, PPh selama 3 bulan adalah:
Rp 9.546.000,00 × 3/12 = Rp 2.386.500,00,00
c. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, serta Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

1) Objek Pajak

Menurut Pasal 4, yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah:

a) penyerahan barang kena pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
b) impor barang kena pajak,
c) penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh pengusaha,
d) pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
e) pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
f) ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

Menurut Pasal 5, di samping pengenaan PPN, dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), yaitu:

a) penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah pabean dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya,

b) impor barang kena pajak yang tergolong mewah.

2) Tarif PPN dan PPn BM

Menurut Pasal 7 UU Nomor 11 Tahun 2000, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah:

a) tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen),
b) tarif Pajak Pertambahan Nilai atas Ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen),
c) dengan peraturan pemerintah, tarif pajak dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen).

Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), menurut Pasal 8, adalah:

a) tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah serendahrendahnya 10% (sepuluh persen) dan setinggitingginya 75% (tujuh puluh lima persen),
b) atas ekspor barang kena pajak yang tergolong mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen),
c) dengan peraturan pemerintah ditetapkan kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah yang dikenakan PPn BM,
d) macam dan jenis barang yang dikenakan PPn BM atas barang kena pajak yang tergolong mewah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
d. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak pusat yang hasil pemungutannya diserahkan ke pemerintah daerah, untuk membiayai pembangunan di wilayahnya.

1) Objek PBB

Objek pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan atau bangunan. Sementara itu, objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah:

a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
c) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani hak.
d) Digunakan oleh perwakilan diplomat, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
e) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

2) Tarif PBB

Tarif PBB yang dikenakan pada objek pajak adalah 0,5% dari Nilai Jual Objek Kena Pajak (NJOKP). Dan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp8.000.000,00 untuk setiap wajib pajak.

Adapun dasar pengenaan PBB adalah sebagai berikut.
a) Dasarnya adalah nilai jual objek pajak.
b) Besarnya nilai jual objek pajak ditetapkan 3 tahun sekali oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
c) Dasar perhitungan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) yang ditetapkan serendahrendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
d) Besarnya nilai jual kena pajak ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional.

Contoh:
• Seorang wajib pajak mempunyai dua objek pajak berupa bumi dan bangunan sebagai berikut.
Nilai Jual Objek Pajak bumi Rp 4.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak bangunan Rp 2.000.000,00
+
Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Rp 6.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Rp 8.000.000,00
Nilai Jual Objek Kena Pajak Rp 0
• Seorang wajib pajak mempunyai dua objek pajak berupa bumi dan bangunan masing-masing sebagai berikut.
Nilai Jual Objek Pajak bumi Rp 8.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak bangunan Rp 5.000.000,00
+
Nilai Jual Objek Pajak sebagai dasar pengenaan pajak Rp 13.000.000,00
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Rp 8.000.000,00
Nilai Jual Objek Kena Pajak Rp 5.000.000,00
Jadi, besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang:
0,5% × 20% × Rp 5.000.000,00 = Rp 5.000,00

3) Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Pembagian hasil penerimaan PBB diatur dalam Peraturan Pemerintah, namun pada garis besarnya penerimaan tersebut dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ketentuan besarnya persentase (%) dan urutan pembagian hasil penerimaan PBB antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah sebagai berikut.

a) Hasil penerimaan PBB merupakan penerimaan Negara (100%).
b) 10% dari hasil penerimaan PBB, untuk pemerintah pusat dan disetor ke kas negara.
c) 90% dari hasil penerimaan PBB, untuk pemerintah daerah.
d) 90% untuk pemerintah daerah tersebut masih harus dikurangi dengan 10% untuk biaya pemungutan. Sisanya: - Untuk Pemerintah Daerah Tk I 20%
- Untuk Pemerintah Daerah Tk II 80%
Contoh:
Hasil Penerimaan PBB Rp 100.000.000,00 Untuk pemerintah pusat (kas negara)
10% × Rp 100.000.000,00 Rp 10.000.000,00
Rp 90.000.000,00 Untuk biaya pemungutan
10% × Rp 90.000.000,00 Rp 9.000.000,00
Untuk Pemerintah Daerah Tk I dan II Rp 81.000.000,00 Bagian penerimaan pajak pemerintahan daerah adalah:

a) Untuk Pemda Tk I:
20% × Rp 81.000.000,00 = Rp 16.200.000,00
b) Untuk Pemda Tk II:
80% × Rp 81.000.000,00 = Rp 64.200.000,00
e. Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2000 tentang Bea Meterai

Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut, besarnya bea meterai ditentukan sebagai berikut.

1) Surat perjanjian, akta notaris, akta PPAT, surat lamaran sebesar Rp 6.000,00.
2) Dokumen nominal Rp 250.000,00 – Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 3.000,00 lebih dari Rp 1.000.000,00 sebesar Rp 6.000,00.
3) Cek dan bilyet giro sebesar Rp 3.000,00.
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.