Tarian Bedhaya Ketawang
Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian yang biasa digunakan atau ditarikan di dalam keraton, karena biasa dipertunjukkan untuk mengiringi upacara Tingalan Jumeneng Dalem (ulang tahun penobatan raja).
Tarian ini ditarikan oleh sembilan orang penari putri. Ke sembilan penari putri tadi dicarikan yang sama atau hampir mirip Wajahnya, besar tinggi badannya. Begitu juga dengan tata rias dan tata pakaiannya sama. Ada nama-nama tersendiri untuk ke sembilan penari tersebut yaitu Endel, Batak, Jangga, Dada, Bunthil, Apit Ngajeng, Apit Wingking, Endel Wedalan Ngajeng, dan Endel Wedalan Wingking.
Tarian Bedhaya Ketawang ini ditarikan oleh sembilan penari putri karena sembilan penari tersebut mencerminkan atau menyimbolkan sembilan lubang pada tubuh manusia. Penarinya juga harus masih perawan. Untuk latihan tarian ini tidak boleh di sembarang hari, ada hari khusus untuk latihan tarian ini yaitu hari Selasa Kliwon.
Tarian ini diiringi gendhing ketawang. Baik tari maupun gendhing pengiringnya merupakan sesuatu yang kramat, sehingga untuk menyajikannya harus didahului dengan suatu upacara tersendiri.
Tari Bedhaya Ketawang ini melukiskan kisah pertemuan antara panembahan Senapati seorang raja Mataram dengan Nyi Roro Kidul seorang ratu di lautan Indonesia.
Di Keraton Surakarta tari Bedhaya Ketawang pada mulanya hanya diperagakan oleh tujuh wanita saja. Namun, karena tari ini dianggap sebuah tarian khusus dan dipercaya sebagai tari uang amat sakral kemudian diperankan oleh sembilan prang penari.
Tarian ini muncul karena akibat bersemadinya panembahan Senapati di pantai selatan. Dalam semadinya panembaan Senapati bertemu dengan Ratu Kidul yang sedang menari. Ratu Kidul ini mengajarkan pada panembahan Senapati Mataram, yang disesuaikan dengan alunan sebuah gendhing yang di dengar.
Tari Srimpi
Tarian ini ditarikan oleh empat orang penari putri dengan membawa Perlengkapan botol isi minuman dan gelas. Ke empat penari putri ini menggambarkan empat arah mata angin. Untuk tata rias dan pakaian sama, demikian juga ke empat penari itu dicarikan wajah dan besar serta tinggi tubuh yang sama atau hampir mirip. Tari ini diiringi dengan gendhing Sanyupati untuk upacara penyambutan tamu agung.
Di dalam tarian ini dapat ditemui saat-saat para penari menuangkan minuman ke dalam gelas untuk kemudian diminumnya. Bertepatan dengan adegan tersebut, para tamu berdiri dan bersama-sama meminum minuman yang telah disediakan di tempat masing-masing.
Tari Kebo Kinul
Kebo Kinul merupakan orang-orangan di tengah sawah, di desa Genengsari biasa disebut Sawi (batang kayu yang ditutup jerami dan dibentuk mirip manusia) yang berfungsi untuk mengusir hama tanaman padi. Biasanya dipertunjukkan saat upacara bersih desa.
Tarian ini mengisahkan legenda desa Genengsari yang menceritakan tentang Kebo Kinul yang merasa tidak dihargai keberadaannya menjadi marah dan menyerang warga desa serta menyebarnya penyakit ke seluruh desa Genengsari. Namun semua itu teratasi atas seorang kyai yang mampu menyelesaikan persoalan tersebut, akhirnya Kebo Kinul dapat menjadi sahabat kembali.
Para penari dirias berbeda-beda sesuai dengan peran masing-masing, yaitu:
Kebo Kinul
Wajah tanpa riasan, mulut ditutup mendhong, sebelumnya memakai kain dan celana hitam. Penutup tubuh dua bagian. Setiap tubuh diikat berbeda, yaitu lengan ditutup mendhong, diikat menjadi tiga (lengan atas, bawah, tengah), kepala diikat menjadi satu bagian (leher), dan diatas kepala diikat tiga bagian.
Wadyabala
Wajah dirias menggunakan simit (pewarna tubuh). Untuk badan, tangan dan kaki menggunakan putih, merah dan hitam. Dari punggung ke bawah mengenakan kain kotak-kotak dan kepada diikat.
Kyai Penthul
Mengenakan kaos hitam, celana panjang putih, baju panjang sampai bawah lutut berlengan panjang berwarna putih, kepala menggunakan sorban warna putih, dilengkapi dengan sabuk, epek timang dan keris.
Pak Tani
Mengenakan celana sebatas lutut warna hitam, baju lengan panjang dan menggunakan caping.
Mbok Tani
Rambut disanggul konde, mengenakn jarik wiron dan kebaya lengan panjang serta menggunakan caping.
R. Panji Dikrama
Mengenakn celana selutut, jarik wiron, cantukan rompi dilengkapi dengan sabuk, epek timang, sampur dan blangkon.
Gadung Mlati
Dirias cantik, menggunakan jarik wiron dan kemben serta sanggul konde.
Pemesik
Menggunakan celana komprang hitam, baju hitam lengan panjang dan iket.
Waranggana
Dirias cantik, menggunakan jarik wiron dan kebaya serta sanggul konde.
Tari Kelana Topeng
Tari Kelana Topeng sebuah tarian yang menggambarkan seorang raja dalam cerita panji sedang jatuh cinta pada seorang putri dari kerajaan Kediri. Tari ini ditarikan oleh seorang penari dan pada susunan kostumnya menggunakan topeng.
Tari Prawiraguna
Tari ini bertemakan heroic, menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih perang dengan membawa senjata tameng dan pedang atau tongkat pendek.
Tari Minak Jingga Dayun
Tarian ini diangkat dari epos cerita Damarwulan pada waktu kerajaan Majapahit diperintah oleh Ratu Kencana Wungu. Ketika itu Minak Jingga menjadi Adipati Blambangan dan merupakan seorang Adipati yang sakti. Dia begitu senang hatinya berada di bawah kekuasaan seorang raja wanita dan bahkan dia ingin mempersunting sebagai istri. Di saat-saat dirundung cinta kepada Ratu Ayu Kencana Wungu selalu diladeni oleh abdi setianya yang bernama Dayun.
Tari Jaka Tarub Nawang Wulan
Tarian ini menggambarkan seorang jejaka yang bernama Jaka Tarub sedang memadu kasih dengan seorang bidadari yang bernama Nawang Wulan. Jaka Tarub yang sedang berburu dengan sumpitnya tiba-tiba sampai pada telaga yang sedang digunakan untuk mandi para bidadari. Dia berhasil mencari salah satu pakaian mereka, ternyata pakaian milik Nawang Wulan. Jaka Tarub berhasil membujuk Nawang Wulan untuk dijadikan istrinya dan kemudian ddibawanya serta ke desa Tarub.
Tari Wireng Bandabaya
Wireng Bandabaya merupakan tarian yang menggambarkan dua orang prajurit yang sedang berlatih perang. Dalam latihan tersebut mereka membawa tameng dan senjata. Dalam tarian ini senjatanya berupa tongkat pendek. Kalau menggunakan senjata Bindi biasanya dinamakan Bandayuda sedang senjata tombak biasa disebut Prawira Watang. Biasanya Wireng ini ditarikan oleh empat orang penari dalam bentuk berpasangan.
Tari Karna Tinandang
Tari ini menggambarkan perang tanding antara Arjuna melawan Prabu Karna. Kedua tokoh tersebut adalah dua orang Senapati besar dalam peperangan antara Pandawa melawan Kurawa yang disebut Baratayudha. Prabu Karna adalah Senapati perang dari pihak Kurawa sedang Arjuna adalah Senapati dari pihak Pandawa. Dalam tarian ini digunakan senjata debeng (semacam tameng) serta keris.
Tari Srikandi Bisma
Tari ini merupakan petikan dari Baratayudha, merupakan peperangan antara Senapati Puri dari pihak Pandawa yang bersama Srikandi melawan Senapati dari pihak Kurawa yang bernama Resi Bisma.
Tari Bambagan Cakil
Tarian ini menggambarkan peperangan antara lambang kebenaran dalam bentuk Bambangan melawan lambang kejahatan yang berbentuk raksasa cakil. Tokoh Bambangan ini dapat digambarkan dengan Arjuna, Abimanyu dan sebagainya. Kadangkala dalam tarian ini setelah raksasa cakil dapat dikalahkan disusul dengan perang melawan raksasa yang membela kawannya yang telah mati tadi.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.