Saturday, March 14, 2015

PENELITIAN ETNOLINGUISTIK

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
UNGKAPAN VERBAL PROSES PEMBUATAN TAHU DI DESA KALISARI  KECAMATAN CILONGOK KABUPATEN BANYUMAS: KAJIAN ETNOLINGUISTIK
Disusun guna memenuhi Tugas Praktikum Mata Kuliah Etnolinguistik
Dosen pengampu Ermi Dyah Kurnia, S.S., M.Hum.

Oleh
Muji Lestari
2601412050

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
BAHASA DAN SASTRA JAWA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015


UNGKAPAN VERBAL PROSES PEMBUATAN TAHU DI DESA KALISARI
KECAMATAN CILONGOK KABUPATEN BANYUMAS:
KAJIAN ETNOLINGUISTIK


Muji Lestari
2601412050

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
BAHASA DAN SASTRA JAWA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015





A.    LATAR BELAKANG
Kajian linguistik terhadap bahasa yang digunakan manusia tampak tidak ada henti karena bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan manusia beserta daya pikirnya. Objek kajian linguistik pun semakin melibatkan berbagai aspek diluar bahasa. Aspek yang dimaksud adalah kosa kata. Struktur, satuan lingual, makna, maksud, asal usulnya, pelestarian dan penggunaanya.
Penggunaan bahasa oleh masyarakat penuturnya bermakna dan mengacu pada suatu peristiwa, tindakan, benda dan keadaan. Peristiwa yang terjadi direalisasikan dengan bahasa dan mencerminkan pikiran dengan bahasa karena masyarakat akan selalu menggunakan bahasa dalam menyampaikan pikiran dan gagasan yang mengiringi tindakannya. Demikian halnya dalam pengungkapan peristiwa budaya dan semua aspek kehidupan, penutur bahasa mendayagunakan potensi bahasa.
Menurut  Koentjaraningrat menggunakan sesuatu yang disebutnya “kerangka kebudayaan”, yang memiliki dua aspek tolak yaitu (1) wujud kebudayaan, dan (2) isi kebudayaan. Wujud kebudayaan dapat berupa gagasan, prilaku, dan fisik atau benda. Sementara isi kebudayaan terdiri dari unsur yang bersifat universal, artinya unsur tersebut terdapat dalam setiap masyarakat manusia yang ada di dunia. Unsur-unsur tersebut oleh Koentjraningrat (1990:203‒204) dibagimenjadi tujuh unsur, yaitu: (1) bahasa, (2) sistem teknologi, (3) sistem pencaharian hidup atauekonomi, (4) organisasi sosial, (5) sistempengetahuan, (6) sistem religi, dan (7) kesenian.
Etnolinguistik merupakan ilmu menelaah bahasa bukan hanya dari struktursemata, tapi lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi sosial budaya. Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etnolinguistik merupakan cabang linguistik yang menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan. Menurut pendapat Wilhelm con Humboldt, bahwa perbedaan persepsi kognitifdan perbedaan pandangan dunia dari suatu masyarakat dapat dilihat dari bahasanya. Kajian etnolinguistik tidak terbatas pada bahasa suku bangsa yang tidak mempunyai tulisan tetapi yang sudah mempunyai tulisan pun dapat dikaji. Spradley (dalam Elizabeth, 1997: 140) berpendapat bahwa setiap bahasa mempunyai banyak istilah penduduk asli yang digunakan oleh masyarakat untuk merujuk hal-hal yang mereka alami dan nama benda yang ada di sekitar mereka.
Duranti (1997: 84) menjelaskan bahwa karena studi etnolinguistik mengkaji bentuk linguistik yang mengungkapkan unsur kehidupan sosial, maka peneliti dalam bidang ini harus memiliki cara untuk menghubungkan bentuk bahasa dengan kebiasaan (perbuatan) budaya. Misalnya, orang Jawa mengenal ungkapan verbal pengrajin tahu/pedagang terkait dengan mata pencaharian utama masyarakat pedesaan seperti, ngekum, nyelip, nggodog, nyaring, nglaroni, nyetak, dipres, mbuntel, nguniri, ngentasi, natani, ceting, dan nyandhat.  Pengrajin tahu juga mempunyai ungkapan untuk menyebutkan alat pembuatan tahu seperti disel, pawon, suluh, widig, sandat, tenong, tampah, jagrag, sorok, saringan, jembangan, dan kandi.  Satuan lingual kata tersebut dapat dimaknai secara jelas rujukannya karena pengguna menyampaikan dengan nilai rasa yang dalam sesuai dengan kebiasaan mereka dan berdasarkan konteks sosial dan budaya.
Ungkapan senada oleh Hymes (dalam Oktavianus, 2006: 116) dinyatakan bahwa melalui etnolinguistik dapat ditelusuri bagaimana bentuk linguistik yang dipengaruhi oleh aspek budaya, sosial, mental, dan psikologis; apa hakikat sebenarnya dari bentuk dan makna serta bagaimana hubungan keduanya. Bentuk linguitik atau ungkapan yang terdiri atas satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan teks dimaknai berdasarkan aspek sosial budaya, mental, dan psikologis antara penutur dan petutur. Satuan lingual meliputi klausa, kalimat, paragraf, monolog, minimum dialog, dan conversation (Sudaryanto, 1983: 179). Namun demikian, dalam penelitian ini, satuan lingual yang dibahas hanya kata, frasa, dan maksud kedua satuan lingual berdasarkan konteks sosial dan budayanya.
Kata adalah unsur bahasa yang diucapkanatau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa (KBBI, 2001: 513). Secara tradisional kata dikelompokkan menjadi 10 kelas, yaitu nomina, verba, adjektiva, kata ganti pronomina, numeralia, adverbia, konjungtor, preposisi, kata sandang (artikula), dan kata seru (interjeksi). Di samping itu, terdapat kata ulang (reduplikasi), yaitu kata yang diucapkan atau dituliskan secara berulang dengan makna dan jenis yang berbeda-beda (Mangunsuwito, 2002: 315). Selain beberapa jenis tersebut, dalam bahasa terdapat satuan lingual kata majemuk, yakni gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan dengan suatu makna yang baru dan makna barunya itu tidak dapat ditelusuri dari unsur-unsur pembentuknya.
Verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai produksi dalam beberapa bahasa lain. Verba mempunyai ciri morfologis seperti kata, aspek dan pesona atau jumlah. Sebagian verba memiliki unsur semantis perbuatan, keadaan dan proses, kelas kata dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya, menurut Harimurti Kridalaksana (dalam Handout Morfologi Lanjut Bahasa Jawa). Verba merupakan unsur terpenting dalam kalimat karena dalam banyak hal verba berpengaruh besar terhadap unsur-unsur lain yang boleh ada atau harus ada dalam kalimat itu. Verba dapat ditentukan berdasarkan tiga kriteria. Ketiga kriteria itu adalah ciri morfologis, perilaku sintaksis dan perilaku semantik.
Proses pembuatan tahu ternyata juga menggunakan ungkapan-ungkapan yang terkait dengan peristiwa budaya yaitu bisa didengar dari pengucapan masyarakatnya. Tulisan ini membahas bentuk satuan lingual ungkapan verbal para pengrajin tahu berserta maksudnya. Satuan lingual yang dimaksud adalah satuan lingual ungkapan dalam proses pembuatan tahu yang berada di desa Kalisari untuk untuk 1 kali produksi dan dilakukan dalam waktu 1 hari dan ungkapan apa saja yang disebutkan oleh masyarakat Desa Kalisari dalam mengungkapkan alat yang digunakan untuk membuat tahu tersebut.
Desa kalisari adalah salah satu desa yang masyarakatnya bekerja pada sektor industri kerajinan kecil yang berupa pembuatan tahu, mereka memproduksi dan menjualnya sendiri. 
Sejauh pengetahuan peneliti, ungkapan pengrajin tahu atau dalam pembuatan tahu  itu mempunyai hal yang menarik dan belum ada yang membahasnya, oleh karena itu penulis ingin mendeskripsikan ungkapan verbal dalam proses pembuatan tahu karena setiap ungkapan itu mempunyai arti atau makna budaya, penulis dapat menyimpulkan rumusan masalahnya yaitu bagaimana ungkapan verbal proses pembuatan tahu di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas dan mendeskripsikan ungkapan yang digunakan berdasarkan konteks sosial di daerah tersebut.
B.     TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan ungkapan verbal proses pembuatan tahu di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.
2.      Mendeskripsikan ungkapan yang diperoleh berdasarkan konteks sosial di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.

C.    METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan metode etnografi yang berupa penyajian hasil ungkapan verbal proses pembuatan tahu. Semakin disadari bahwa bahasa merupakan manifestasi terpenting dari kehidupan mental penuturnya. Bahasa juga merupakan piranti untuk mengklasifikasikan pengalaman. Oleh karena itu, keragaman bahasa yang ada dapat dipahami jika peneliti dapat mengklasifikasikan pengalaman manusia secara berbeda. Seringkali hal ini kurang disadari oleh para penutur bahasa. Dengan demikian, seperti diungkapkan Palmer (1999), pengklasifikasian pengalaman manusia dapat tercermin melalui sistem tata bahasanya. Pengklasfikasian pun mempunyai keterkaitan pula dengan masalah psikologis penuturnya. Kalangan sarjana seperti Sapir dan Whorf telah mengkaji hubungan bahasa dan budaya dan telah menyatakan bahwa terdapat hu-bungan antara bahasa dengan pikiran, yang telah melahirkan konsep yang terkenal dengan relativitas bahasa (linguistic relativity). Kerangka teoretis yang terkait dengannya terkenal sebagai Hipotesis Sapir-Whorf (Sapir-Whorf Hypothesis). Pada prinsipnya hipotesis itu menjelaskan bahwa pandangan dunia suatu masyarakat bahasa ditentukan oleh struktur bahasanya. Pada mulanya, perhatian itu tertuju kepada keterkaitan antara bahasa dan cara pandang dunia dari penuturnya dan yang kebanyakan terlihat dalam tata bahasa (gramatikanya). Selain itu, dapat pula diamati melalui pemakaian kosa katanya. Gagasan Sapir yang terkenal yaitu tentang analisis kosakata suatu bahasa, dapat menguak lingkungan fisik dan sosial tempat penutur suatu bahasa berdiam serta hubungan antara kosakata dan nilai budaya yang bersifat multidireksional. Sesuai dengan pandangan tersebut, cara pandang suatu etnik terhadap dunia di sekitarnya dapat diamati melalui bahasanya. Bahasa yang dimaksud di sini berkaitan dengan tradisi lisan, seperti tampak dalam wujud aneka ragam sastra lisan, baik yan berbentuk prosa liris, seperti yang tercermin dalam cerita mitologi, maupun yang berwujud peribahasa, ungkapan, atau berbagai ekspresi lain.
Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini berupa mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana ungkapan verbal yang digunakan masyarakat Desa Kalisari dalam proses pembuatan tahu untuk satu kali produksi. Peneliti akan mendeskripsikan dan menjelaskan secara rinci ungkapan-ungkapan tersebut beserta maknanya.
Lokasi penelitian adalah Desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas. Desa Kalisari atas 3 grumbul, yaitu Kalisari lor, Dukuh tengah dan Kalikidang. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa baik ngoko, krama madya, maupun krama inggil. Informan yang menjadi responden untuk penelitian ini adalah para pedagang tahu yang berada di Desa Kalisari. Sumber data dilakukan dengan cara wawancara yaitu percakapan dengan pedagang tahu. Data wawancara dengan para pedagang dicatat sebagai catatan lapangan. Ada dua pengumpulan data yaitu wawancara dan simak catat. Wawancara dilakukan dengan beberapa pedagang dan data yang dikumpulkan dengan teknik simak catat. Wawancara yang dilakukan peneliti merupakan interview yang bersifat lentur, dan terbuka. Pertanyaan untuk wawancara sudah disiapkan sebelumnya namun karena muncul ide di lapangan terkait dengan permasalahan penelitian maka pertanyaan dikembangkan tetapi tidak terlalu keluar dari permasalahan yang sudah ditetapkan. Dalam wawancara ditanyakan ungkapan-ungkapan yang digunakan pedagang selama proses kegiatan pembuatan tahu mulai dari perendaman kedelai sampai penjualan. Di samping wawancara digunakan metode observasi terhadap penggunaan ungkapan verbal yang digunakan dalam proses pembuatan tahu. Peneliti mencatat berbagai ungkapan verbal terkait dengan pembuatan tahu sampai penjualannya. Observasi ini dilakukan di tempat produksi tahu.




D.    ANALISIS DATA PENELITIAN
Kalisari adalah desa di kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia, kode pos 35162, luas tanah sekitar 500 hektar, jumlah penduduk 1932547ribu, kepadatan 56985jiwa/km. Desa kalisari terletak di sebelah utara Desa karanglo, di sebelah selatan Desa Karangtengah, sebelah timur Desa Panembangan dan sebelah barat Desa Ciroyom. Desa Kalisari ini pada sektor ekonomi yang paling dominan adalah pada sektor perdagangan, seperti terlihat pada tabel berikut.
Perekonomian Desa Kalisari
No
Jenis Usaha
Jumlah Usaha
Jumlah Tenaga Kerja
Keterangan
1.
Pertanian
134 tempat
198 orang
Padi
2.
Peternakan
12 tempat
37 orang
Ayam, sapi
3.
Perikanan
100 kolam
86 orang
-
4.
Perdagangan
349 tempat
708 orang
UKM tahu
5.
Industri pangan
9 tempat
24 orang
Konveksi
6.
Industri pakaian
1 tempat
5 orang

7.
Industri kayu
2 tempat
6 orang
Mobil dan motor
8.
Jasa perbengkelan
9 tempat
1 orang
-

Dari tabel diatas, sektor ekonomi berada pada sektor pedagang dan sejajar dengan penelitian ini yang meneliti tentang ungkapan verbal proses pembuatan tahu. Rata-rata pedagang di desa Kalisari ini berdagang sekaligus memproduksi sendiri produk dagangannya, walaupun ada yang menyewa jasa orang untuk memproduksi tahu itu. Para pengrajin tahu itu mempunyai tempat produksi sendiri-sendiri dan termasuk industri kerajinan kecil. Menurut informasi, industri tahu sudah sangat lama yaitu sejak sebelum kemerdekaan. Saat ini, produk tahu Kalisari tidak hanya dikenal di Kabupaten Banyumas saja, melainkan sudah banyak didistribusikan di kabupaten-kabupaten lain seperti Tegal, Brebes, dan sebagainya. Banyaknya produksi tahu yang tersebar di 349 tempat menunjukkan tingginya volume produksi serta bahan baku kedelai yang dibutuhkan yang mencapai 7,2 ton/hari. Pada kondisi tersebut, keberadaan koperasi bisa membantu khususnya dalam pemenuhan kebutuhan bahan baku kedelai yang selama ini banyak membeli dari luar kecamatan.
Dalam proses pembuatan tahu, banyak ungkapan-ungkapan verbal yang dikemukakan oleh sang pemilik industri maupun pengrajin tahunya. Ragam bahasa yang terdapat pada data banyak menggunakan ragam ngoko karena rata-rata pengrajin tahu hanya lulusan SD. Misalkan saja dalam proses pertama pembuatan tahu, pasti diawali dengan merendam kedelai, pengrajin tahu biasanya menyebut ungkapan itu dengan ngekum kedelai yang sama artinya dengan merendam kedelai. Ngekum sendiri termasuk dalam kategori kata kerja, pengrajin tahu apabila mengungkapkan kata ngekum sudah otomatis mengandung arti merendam kedelai. Satuan lingual kata ini mencerminkan budaya penggunanya, karena menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai tulisan (KBBI, 2001: 309).
Berdasarkan analisis data yang terkumpul, ungkapan verbal proses pembuatan tahu di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas hanya terdiri dari ungkapan verbal yang berupa satuan lingual kata. Ungkapan verbal tersebut berjumlah 14 kata pada proses pembuatan tahu untuk satu kali produksi dan 13 kata pada ungkapan alat yang digunakan. Contoh kata yang dimaksud antara lain ngekum ‘merendam kedelai’, nyelip ‘menghancurkan dan menghaluskan kedelai’, nggodog ‘merebus kedelai yang sudah halus’ , nyaring ‘menyaring hasil rebusan (pati)’, nglaroni ‘memberi laru khusus tahu’, nyetak ‘mencetak tahu’, dipres ‘menekan tahu pada cetakan dengan batu agar menjadi padat’, mbuntel ‘membungkus tahu dengan kain yang tipis’, nguniri ‘memberi kunir pada saat merebus tahu’, ngentasi ‘mengangkat tahu yang sudah matang’, natani ‘menata tahu di widig (papan dari bambu) agar cepat dingin’ , nyorok ‘mengangkat tahu yang telah digoreng’, ngrajang ‘mengiris tahu agar mudah digoreng dan direbus’, dannyandhat ‘menali tempat tahu yang sudah ditata di tenong’. Hasil data tersebut merupakan ungkapan verba atau kata kerja untuk menunjukan proses pembuatan tahu dalam satu kali produksi. Pengrajin tahu juga mempunyai ungkapan untuk menyebutkan alat pembuatan tahu seperti disel ‘alat untuk menghaluskan kedelai’, pati ‘hasil kedelai yang sudah dihaluskan’, pawon ‘alat untuk merebus tahu’, suluh ‘kayu’, widig ‘tempat tahu’, sandat ‘tali’, tenong ‘tempat tahu untuk dijual’, tampah ‘penutup tenong, jagrag ‘tempat tahu agar lebih rajin’, sorok ‘alat penggorengan’, saringan ‘alat untuk menyaring’, jembangan ‘tempat untuk hasil saringan’, ranjem ‘ampas tahu’, ceting ‘alat untuk mengambil tahu yang sudah matang’ dan kandi ‘alat untuk membungkus ampas tahu’.
Data bahasa yang berupa ungkapan verba dalam bentuk satuan lingual kata dapat mencerminkan budaya yaitu budaya yang digunakan para pedagang dan pengrajin tahu, hal itu dapat dilihat dari fungsinya yang adalah untuk mengungkapan ungkapan verbal dalam proses pembuatan tahu ditunjukan dari data bahasa yang berupa kata kerja seperti hassil di atas. Ungkapan tersebut digunakan berdasarkan konteks sosial di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas. Karena Banyumas terkenal dengan bahasa yang ngapak, jadi ungkapan tersebut digunakan oleh hampir seluruh pedagang dan para pengrajin tahu khususnya di Desa Kalisari.
Peneliti mengambil ungkapan tersebut dari hasil wawancara terhadap subjek penelitian. Untuk hasil observasi peneliti akan menyajikan gambar-gambar tentang proses pembuatan tahu dan alat-alat yang digunakan.




Alat untuk menghancurkan kedelai
 


Nyelip dan hasilnya berupa pati










Nggodog ‘merebus kedelai dan tahu’ dan suluh (kayu)












Nyorok ‘mengangkat tahu yang telah digoreng, alatnya bernama sorok



Ngrajang
Ngentasi


Nyandhat






















Nyandhat

E.     SIMPULAN
Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan mengenai ungkapan verbal proses pembuatan tahu di Desa Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas yaitu mendeskripsikan ungkapan verbal proses pembuatan tahu yang hasilnya seperti ngekum, nyelip, nggodog, nyaring, nglaroni, nyetak, dipres, mbuntel, nguniri, ngentasi, natani, ceting, dan nyandhat.  Pengrajin tahu juga mempunyai ungkapan untuk menyebutkan alat pembuatan tahu seperti disel, pawon, suluh, widig, sandat, tenong, tampah, jagrag, sorok, saringan, jembangan, dan kandi.   



DAFTAR PUSTAKA
Duranti, Alessandro. 1997. Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Diknas.
Haryanti, Dwi dan Agus Budi Wahyudi. Ungkapan Etnis Petani Jawa di Desa Japanan Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten: Kajian Etnolinguistik. Surakarta: PBS FKIP UMS. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/198diunduh pada 25 Oktober 2014 pukul 10.00.
Http://id.wikipedia.org/wiki/Kalisari,_Cilongok,_Banyumas.
Koentjaraningrat.1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Kurnia, Ermi Dyah. 2013. Morfologi Lanjut Bahasa Jawa Handout Perkuliahan. Semarang: Unnes.
Mangunsuwito, S.A. 2002. Kamus Bahasa Jawa: Jawa-Indonesia. Bandung: Yrama Widya.
Oktavianus. 2006. “Nilai Budaya dalam Ungkapan Minangkabau: Sebuah Kajian dari Perspektif Antropologi Linguistik.”. Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia. Tahun ke 24. Nomor 1.
Spradley, James P. 1997. (Terjemahan Elizabeth, Misbah Zulfa). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sudaryanto.1983. Linguistik Esai tentang Bahasa dan Pengantar ke Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.



sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.