Showing posts with label Surakarta. Show all posts
Showing posts with label Surakarta. Show all posts

Wednesday, October 31, 2012

Sejarah Kerusuhan Rasial di Surakarta dan Semarang

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info

SEJARAH KERUSUHAN RASIAL DI SURAKARTA DAN SEMARANG TAHUN 1980

Ivan Taniputera
31 Oktober 2012
Saya mendapatkan buku menarik berjudul "Huru Hara Solo Semarang: Suatu Reportase" yang disusun oleh Bambang Siswoyo, diterbitkan oleh PT Bhakti Pertiwi, cetakan pertama, Maret 1981.



Waktu peristiwa ini terjadi, saya masih duduk di bangku TK dan belum mengetahui duduk perkaranya. Saya ketika itu, dijemput pulang lebih awal oleh ayah saya dan hanya diberi tahu bahwa ada "rame-rame" (keributan atau kerusuhan). Tetapi kerusuhan apa pastinya, saya waktu itu tidak bertanya lebih lanjut. Kemudian seingat saya, sekolah libur selama beberapa hari dan dari televisi saya pertama kali mendengar mengenai apa yang disebut "jam malam." Lalu orang tua saya dan para tetangga menulisi pintu dan pagar dengan tulisan "Pribumi" atau "ABRI." Saat itu, saya juga belum tahu apa maksudnya.

Dari kejauhan saya melihat asap membumbung tinggi, yang katanya kawasan Perbalan sudah dibakar. Kendati demikian, saya juga belum tahu mengapa alasan pembakaran itu. Lalu peristiwa lain yang saya masih ingat adalah mobil pemadam kebakaran milik kompleks perumahan dijadikan penghalang di ujung gang agar perusuh tidak masuk.  Setelah beberapa hari kemudian, saya masuk sekolah lagi dan melihat kaca jendela pecah-pecah.

Kini 31 tahun kemudian, setelah membaca buku ini saya baru mulai mendapat kejelasan mengenai duduk perkaranya. Baiklah mari kita simak bersama buku ini. Pada halaman 9 terdapat sub-judul "Barang Kriwikan Dadi Grojogan." Kriwikan adalah tetesan air, sedangkan grojogan adalah air terjun. Jadi secara harafiah, artinya adalah "tetesan air menjadi air terjun." Makna peribahasa Jawa ini adalah sesuatu yang sepele akhirnya menjadi perkara besar.

Kerusuhan diawali ketika pada tanggal 19 November 1980 seorang pemuda Tionghoa bernama Ompong alias Kicak terserempet para pengendara sepeda yang merupakan siswa SGO (Sekolah Guru Olah Raga). Ribut mulut terjadi dan Kicak memukul salah seorang siswa SGO itu dengan batu hingga berdarah. Sesudah itu Kicak melarikan diri ke dalam toko Orlane yang juga dimiliki oleh orang Tionghoa dan melarikan diri lewat pintu belakang. Ia lantas menghilang di kompleks SMPN XIII, jalan Urip Sumoharjo, Surakarta.

Siswa SGO yang terluka itu bernama Pipit Supriyadi lalu kembali ke sekolah mereka. Kebetulan jaraknya hanya 200 meter dari tempat kejadian. Pipit yang kebetulan ketua OSIS SGO menghimpun teman-temannya guna mendatangi toko Orlane dan meminta agar mereka menyerahkan Kicak, namun gagal. Lima puluh orang siswa yang berasal dari kelas I dan II itu juga gagal menemui Kicak di rumahnya di Stabelan.

Hingga Kamis pagi, tuntutan para pelajar itu belum dipenuhi, sehingga 100 pelajar SGO yang berasal dari kelas I, II, dan III kembali mendatangi toko Orlane. Karena gagal mendapatkan yang mereka harapkan, mulailah mereka melempari sejumlah toko dan rumah di jalan Urip Sumoharjo. Tujuh toko mengalami kerusakan ringan dan sebuah mobil yang diparkir depan Konimex dipecah kacanya.

Pasukan keamanan segera bertindak. Pipit dibawa ke KODIM 0735 Sala guna menanda-tangani perjanjian tertulis disaksikan ibunya serta kepala SGO Negeri Solo, bahwa ia tak akan mengulangi merusak toko (halaman 10). Tetapi ia juga meminta agar pihak keamanan menangkap orang yang melukai kepalanya. Kamis malam tanggal 20 November 1980 memang tidak terjadi pengrusakan, namun masa mulai berkumpul untuk menyaksikan sisa-sisa kerusuhan.

Hari Jumat tanggal 21 November 1980, kondisinya tenang. Dikabarkan bahwa petugas keamanan malam itu berhasil mencegah serombongan orang dari luar kota yang ingin masuk ke Surakarta. Hal itu terjadi karena adanya isu bahwa Pipit tewas karena luka-lukanya. Konon, sepulangnya Pipit dari kantor Kodim pada hari sebelumnya, ia diikuti tiga orang tak dikenal yang ternyata merupakan mahasiwa Universitas negeri Surakarta Sebelas Maret. Mereka mengajak Pipit agar meneruskan masalah itu, sehingga pada tanggal 21 November diadakan rapat dengan mahasiswa da ketua OSIS di Solo. Pertemuan ketika itu terjadi di Jembatan Jurug, Solo (halaman 11):

"Kemudian pertemuan dipimpin oleh Endu Marsono atas ide dari Hari Mulyadi. Setelah pertemuan dimulai, pelaksanaan tehnik ditangani oleh Eddy Wibowo, mahasiswa Fakultas Sastra Budaya UNS jurusan Sastra Jawa, tingkat II. Pertemuan itu menghasilkan keputusan sebagai berikut:

1.Para pelajar menuju ke Coyudan dengan berjalan kaki pada jam 10.00 hari Sabtu tanggal 22 Nopember untuk mengadakan perusakan toko-toko Cina.
Tugas setelah itu, bubar.
2.Membuat pamplet-pamplet.
3.Semua pelajar tidak boleh mengejek, menghina semua petugas yang bisa menimbulkan kemarahan petugas." (halaman 11-12).

Akibatnya kerusuhan meledak pada hari Sabtu tanggal 22 November. Masa yang terdiri dari para pelajar berbondong-bondong melempari toko dan bangunan milik keturunan Tionghoa. Pada hari Minggu tanggal 23 November 1980 kerusuhan semakin meluas karena ditunggangi oleh para penjahat. Para penjahat ini adalah apa yang di Jawa Tengah kerap disebut "gali" (gang anak liar).

MENJALAR KE SEMARANG

Kerusuhan ini mulai merembet ke Semarang pada tanggal 25 November 1980 yang juga diawali oleh serombongan pelajar. Dengan cepat kerusuhan menyebar ke seluruh penjuru kota. Pihak Laksusda Jateng/ DIY segera memberlakukan jam malam. Dasar pemberlakuan jam malam adalah:

1.Peristiwa pengrusakan dan pembakaran bangunan beserta kendaraan telah menjalar ke Semarang, sehingga menimbulkan kerugian harta benda beserta ancaman terhadap ketenangan dan kesalamatan warga Semarang.
2.Oleh karenanya diberlakukan jam malam di Kodya Semarang dan sekitarnya termasuk Ungaran, mulai dari jam 20.00 hingga 05.00.

Pengumuman pemberlakuan jam malam ditanda-tangani atas nama Laksus Pangkopkamtib Jateng/ DIY, Kepala Staf Harian Brigjend TNI Sawarno. (halaman 16).

Sarana transportasi umum berupa bis kota dan bis antar kota sempat lumpuh selama dua hari, dan setelah keadaan mereka maka pada tanggal 30 November, jam malam diperpendek antara pukul 22.00 hingga 04.00. Sementara itu, sekolah-sekolah yang diliburkan semenjak 26 November, dibuka kembali pada tanggal 1 Desember. Jam malam akhirnya dihapus sama sekali pada tanggal 6 Desember 1980. Warga Semarang dapat bernafas lega walaupun desas desus masih bertebaran di mana-mana.
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info

Thursday, April 1, 2010

DUMADINE MASJID ADIPATI SINDUREJO

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
Ing Deso Jumo dhisik durung akeh warga sing manggon neng kono. Omah-omah iseh adoh-adoh antarane omah siji lan sijine. Desa Jumo sing rata-rata wargane agama islam, nanging jaman dhisik neng kono durung ana masjid. Jarene masjid kuwi biyen digawe dening Wali, nalika ana Wali sing lagi nggawe masjid mau ana salah sijine warga sing ngonangi. Banjur Wali mau langsung ninggalake masjid sing durung dadi kuwi. Mula masjid mau nalika jaman biyen durung sempurna.


Masjid Adipati Sindurejo wis atusan taun umure. Jeneng Adipati Sindurejo, yaiku dijupuk saka jenenge wong. Jeneng asline Patih Adipati Sindurejo, dheweke Patih saka Kraton Mangkunegaran (Kartasura). Critane diwiwiti nalika Adipati Sindurejo bisa tekan ana ing Desa Jumo. Nalika dheweke isih ing Kraton dheweke oleh tugas yaiku dheweke diasingake ing Jumo. Nanging sebenere Adipati Sindurejo duwe kekarepan kapengin urip dhewe, yaiku urip dhewekan adoh saka Kraton, mula kuwi dheweke nrima kahanan mau.

Adipati Sindurejo urip ing Desa Jumo kanthi tentrem, mbaur dadi siji karo masyarakat kono. Adipati Sindurejo ora suwe urip ing Desa Jumo. Dheweke akhire tinggal donya, ana ing sajeroning pengasingan mau. Adipati Sindurejo nganti ninggal ora ana sing niliki. Nanging sawise dheweke tinggal, ana pawarta tekan Keraton Mangkunegaran.

Adipati Sindurejo dimakamake karo warga Jumo ing buri Masjid Adipati Sindurejo, makam ing jejer-jejere dikanggokake dening kerabat-kerabate. Mula kuwi ana panggonan khusus ing makam sing jenenge Sareyan. Makam Adipati Sindurejo yaiku makam sing dikeramatake, masjid lan makam Adipati Sindurejo saiki wis didandani. Printah saka Kraton mangkunegaran yaiku nggoleki ing ngendi wae silsilahe kaluwarga Karaton Mangkunegaran. Pungkasane kepethuk Patih Adipati Sindurejo. Nanging nalika Adipati Sindurejo kepethuk wis awujud makam, banjur makam mau digawekake cukup utawa omah-omahan.

Makam Patih Adipati Sindurejo nganti saiki dikeramatake lan dinggo ziarah para warga lan kaluwarga saka Kraton Mangkunegaran. Saben wektu mesthi saka kaluwarga Kraton Mangkunegaran ziarah lan ziarah kuwi Mistis banget. Crita kuwi mau sing dadi asal mulane jeneng Masjid Adipati Sindurejo Jumo.
Crita liyane sing ana ing Masjid Adipati Sindurejo, crita ing ngarep Masjid, yaiku ing kolah utawa panggon kanggo wudhu. Ana sing jenenge Kyai Poleng. Kyai Poleng wujude ora ketara sing ketara yaiku mung rupa awak gedhe dhuwur. Senenge lungguh neng dhuwur kolah, nalika wayah wengi teka, Kyai Poleng ngetok neng dhuwur kolah, arep nggodhani wong-wong sing lewat neng ngarep kolah utawa neng ngarep Masjid. Ana salah sijine warga yaiku Pak Nur Khamdi, pengurus Masjid Adipati Sindurejo, nalika dheweke turu neng jero Masjid dheweke ngalami kedadean aneh.

Kedadean aneh kuwi teka ing tengah wengi, nalika Pak Nur turu dheweke dipindhah panggon turune, yaiku neng dhuwur kolah. Sing ngalihake turune yaiku Kyai Poleng.
Nalika Pak Nurkhamdi tangi dheweke kaget, “Lho kok turuku pindhah neng kene?“
Nanging dheweke banjur sadhar menawa sing mindhah dheweke ora liya kejaba Kyai Poleng. Pak Nurkhamdi kerep turune dipindhah neng jero Masjid kono, apa maneh menawa dheweke lagi turu dhewekan luwih-luwih turu neng baris nomer telu.

Adipati Sindurejo arum jenenge, gedhe baktine, marang Kraton Mangkunegara. Mula kuwi ing Desa Jumo Adipati Sindurejo akeh banget kanggone. Putra Sindurejo, jeneng pakumpulan bocah Bal-balan. Putra Sindurejo wis ulang taun ping telung puluhan, Putra Sindurejo kerep diundang ana ing turnamen Bal-balan antar klub. Ana acara-acara ritual ninggalake sragam ing buri Masjid Adipati Sindurejo.
Jeneng liyane sing asale saka jeneng Adipati Sindurejo, Madrasah Ibtidaiyah Adipati Sindurejo Jumo. Sekolah swasta satingkat SD, sing dijenengi nganggo jenenge patih mau, ora mung kuwi wae isih ana jeneng liyane sing nganggo jenenge Adipati Sindurejo. Jeneng salah sijine pakumpulan truk ing Desa Jumo, Sindurejo yaiku jeneng pakumpulan angkutan umum khususe angkutan truk. Paguyuban truk sing ana ing Desa Jumo Kecamatan Jumo. Iki kabeh crita sing asal mulane saka jenenge Patih Adipati Sindurejo Jumo.
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info

DUMADINE KUTHA SIMO

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
Kerajaan Demak sing rajane Sultan Fatah nduweni mungsuh sing jenenge Ki Ageng Pengging. Demak kerajaan islam sing didhukung Walisongo lan Ki Ageng Pengging murid saka Syek Siti Jenar. Kanthi kuwi Sultan Fatah ngutus marang Walisanga supaya ngutus menyang Pengging ngajak Ki Ageng Pengging gabung karo Demak lan sapa wae sing bisa ngajak Pengging Gabung karo Demak bakal diwenehi hadhiah saka Raden Fatah. Kanthi kuwi Walisongo ngutus Sunan Kudus supaya ngajak gabung marang Ki Ageng Pengging. Tekan salah siwijining papan sing durung ditekani wong sing manggon ana pinggiring kali Cemara, dina kuwi Sunan kudus sing diutus karo para Walisongo lewat papan kuwi karo anak buahe, nganti awan lan panas banget Sunan Kudus karo anak buahe lungguh ana ngisor wit ringin sing gedhe banget. Sunan Kudus ngakon marang salah siwijine anak buahe supaya nggolek papan sing kepenak kanggo turu awan lan sholat (nggolek papan sing bisa kanggo sholat lan turu).


Banjur diwangsuli, “sendika Sunan!”
Banjur Sunan Kudus golek banyu kanggo wudu. Sabubare sholat, Sunan Kudus karo anak buahe lungguh kanthi mangan panganan sing digawa. Sakbubare mangan Sunan Kudus turu ana ngisor wit ringin kuwi kanthi suwe nganti tekan magrib, arep nglajutke mlakune wis kewengen lan diputusake kudu turu bengi kuwi ana ngisor wit ringin sing gedhe banget mau.

Dina wis padhang Sunan Kudus arep sholat subuh karo anak buahe kanthi jamaah, nanging sadurunge sholat Sunan Kudus ngomong karo anak buahe supaya yen ngerti apa wae aja diluruhi banjur sholat bubar sholat subuh. Sunan Kudus mangkat maneh nerusake lakune kanggo ngajak Ki Ageng Pengging gabung. Sadurunge lunga saka wit ringin kuwi mau Sunan Kudus nuthuk gong sing jenenge SIMA, sing unine padha kaya unine macan. Banjur penduduk padha krungu swara kuwi lan ngiro yen swara macan, banjur padha kumpul lan mangkat menyang tengah alas lan nggoleki swara macan mau. Para warga padha nggoleki tekan tengah alas nganti setengah dina nggoleki singa mau nanging ora ketemu, para warga padha bingung. Banjur para warga mlaku menyang ngomahe dhewe-dhewe.

Sunan Kudus karo anak buahe mlaku menyang Pengging ketemu karo warga sing arep nggoleki swara macan mau, banjur padha ngomong, “nyuwun sewu napa panjenengan wau ngertos utawa mirewng swara macan wau?” Sunan sumaur, “aku ora ngerti, apa mau ana macan?”
Sunan Kudus njaluk marang anak buahe karo warga supaya lungguh lan Sunan Kudus crita, sabenere mau dudu swara macan nanging swara pusaka sektiku sing jenenge SIMA lan swarane kaya swara macan, mula kuwi papan kene tak jenengke SIMO. Sabubare kuwi Sunan Kudus njaluk marang wargamau mulih menyang omahe dhewe-dhewe.
Sunan Kudus ngomong marang anak buahe, “muga-muga jeneng simo bisa gawe reja papan kene.”
Banjur Sunan Kudus karo anak buahe mau langsung nerusake lakune menyang Pengging. Ing lakune, Sunan Kudus tepung karo wong sing arep ngrampok rombongan Sunan Kudus. Banjur Sunan Kudus perang karo perampok mau, amarga ora gelem nyerahke barang sing digawa Sunan Kudus. Sunan Kudus menang lan perampok mau dikandhani Sunan Kudus supaya tobat. Sunan Kudus mlaku maneh menyang Pengging. Lakune menyang Pengging akeh cobaan sing ngadhang Sunan Kudus. Syek Siti Jenar krungu yen Walisanga dhawuhi Sunan Kudus supaya ngrayu Raja Pengging supaya gelem gabung karo Demak, banjur ngutus muride supaya ngadhang Sunan Kudus karo anaka buahe.

Syek Siti Jenar ora setuju yen muride gabung karo Kerajaan Demak sing didhukung karo Walisanga, amarga Syek Siti Jenar nganggep dheweke titisan sing kuwasa sing bisa mateni, menehi rejeki, utawa sak liyane. Muride banjur ngadhang ana tengahe pangumbaran, lan ngakon supaya Sunan Kudus bali menyang Demak lanmurungakee karepe mbujuk Raja Pengging gabung karo Demak, nanging Sunan Kudus ora gelem lan dadi perang sing gedhe nganti akeh rombongan Sunan Kudus sing mati. Sunan Kudus ora geter ngadhepi muride Syek Siti Jenar sing akeh lan sekti. Sunan Kudus akhire menang lan lanjutke lakune. Sunan Kudus karo rombongane teka salah siwijining papan. Ing kana salah sijwiine muride seneng karo warga kono lan dadi manten.

Sunan Kudus nerusake lakune lan tekan Pengging, ana kana Sunan Kudus tepung karo Syek Siti Jenar, banjur Raja Pengging ngakon rombongan Sunan Kudus mlebu menyang papan sing wis disiapke karo Raja Pengging. Ana papan mau Sunan Kudus ngajak Raja Pengging supaya gabung karo Demak nanging Raja Pengging ora gelem. Banjur Sunan Kudus bali menyang Demak, tekan gunung dicegat karo Syek Siti Jenar ngakon bali menyang Demak yen ora gelem bakal dipateni lan diguwak menyang laut, pungkasane perang ana gunung mau lan nganti takane pati Syek Siti Jenar ana tangane Sunan Kudus.
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info

Thursday, January 7, 2010

PANGERAN SUKOWATI

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
Pangeran Mangkubumi (adhi saka Sunan Pakubuwono II) gething marang bangsa Walanda Apamaneh, Waland wis melu campur tangan ing sajerone pamarentah Mataram. Kanthi anteping tekad, Mangkubumi metu saka kraton, lan nganakake pambrontakan tumrap Walanda. Perang antarne Pangeran Mangkubumi nglawan Walanda diarani Perang Mangkubumen ( 1746 - 1757 ). Ing lakune perang, Pangeran Muda sapasukane saka Keraton ngliwati Desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari, Ngerang, Butuh, Guyang. Banjur nerusake laku nganti tekan Desa Pandak, Karangnongko mlebu tlatah Sukowati.


Ing desa mau, Pangeran Mangkubumi ngedegake pamarentahan kang mbrontak Walanda (Pamarentah Pambrontakan). Desa Pandak, Karangnongko didadekake pusat Pamarintahan Projo Sukowati, Pangeran Mangkubumi ganti jeneng dadi Pangeran Sukowati
Deas Pandak dianggep kurang aman saka tentara Kumpeni Surakarta-Madiun. Banjur pusat pamarentahane dipindhah ing Desa Gebang. Wiwit iku Pangeran Sukowati saya nggedhekake wilayah panguwasane nganti tekan Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, lan Lajersari.

Kanthi pasukan kang ora sithik, Pangeran Sukowati terus nglawan Walanda lan oleh pambiyantu saka sedulure kang aran Raden Mas Said. Pungkasane ana perjanjen kang aran perjanjian Giyanti ing taun 1755, uga dikenal kanthi aran Perjanjian Palihan Negari, yaiku kasunanan Surakarta lan Kasultanan Yogyakarta, ing perjanjen mau disebutake, Pangeran Sukowati dadi Sultan Hamengku Buwono kapisan, lan ing perjanjen Salatiga Raden Mas Said dadi Adipati Mangkunegara I lan antuk separone wilayah Kasunanan Surakarta.

Sabanjure ing taun 1849, ana surat keputusan saka Sunan Paku Buwono VII yaiku serat Angger – angger Gunung, dhaerah kang lokasine strategis didadekake Pos Tundan, yaiku papan kanggo njaga ketertiban lan keamanan Lalu Lintas Barang lan surat sarta kanggo mbangun dalan lan jembatan.
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info

Thursday, June 5, 2008

Keris

sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info
KERIS SANGKELAT



Sawijine dina para wali padha kumpul, ngrembug babagan Bintara. Para wali antuk ijin saka Prabu Brawijaya ngedekake masjid kanggo solat berjamaah. Mula saka kuwi, para wali diwajibake nyumbang saka guru siji-siji lan luput para ulama lan mukmin. Ujare uga diwajibake saka rawa, blandar, pengeret, tumpang lan tugelan kayu liyane. Sakliyane iku sing ora kalah penting yaiku bandha lan tenaga.
Antuk dawuh sing kaya mangkono Jeng Sunan Kalijaga budhal sajroning alas gedhe, golek kayu jati kanggo saka guru. Anggone budhal Jeng Sunan Kalijaga ngajak murid kinasih kang peparab Jaka Supa.
Nalika isih timure Jeng Sunan Kalijaga peparab Raden Mas Sahid. Nakale tanpa duga saka ngrampok nganti tekan medok wis dilakoni kabeh. Nanging nalika ketemu karo Jeng Sunan Bonang, Raden Mas Sahid dadi sadar lan tobat. Amarga dheweke antuk wejangan saka Jeng Sunan Bonang.


Sajroning golek kayu ing tengahing alas, Jeng Sunan Kallijaga lan muride (Supa) kepethuk kaliyan Dewi Rasawulan kang lagi tapa ngidang. Rasawulan sabenere isih kadhang enom karo Jeng Sunan Kalijaga. Pungkasane Dewi rasawulan jodhokake kalawan Jaka Supa. Jaka Supa iku putra Tumenggung Supadriya, bupati Wedhana. Bupati Supadriya empuning sanjata prang ing Negara Majapahit. Supa saben dinane melu biyantu gawe sanjata keris. Anggone omah-omah karo Dewi Rasawulan antuk momongan lan diwenehi jeneng Supa Anom utawa si Anom.
Nalika empu Supa lagi gawe sanjata, Jeng Sunan Kalijaga teka kanthi uluk salam gawe kageting empu Supa. “Mangga Jeng Sunan, kok janur gunung, wonten prelu menapa?”ucape empu Supa.
“Supa tekaku mrene arep ngrepoti kowe. Aku pengen digawekake keris coten-sembelih ( pusaka kanggo nyembelih wedhus utawa kebo ). Malah iki wis tak gawakake pisan wesi kanggo pusakane.”ujare Jeng Sunan. Empu Supa kaget bareng ngerteni wesi sing digawa Jeng Sunan Kalijaga. Banjur dheweke ngucap “Jeng Sunan menapa leres ingkang paduka beta, kok wesinipun among sak klungsu agengipun. Menapa saged damel keris Jeng Sunan?”
“ Empu Supa, sanajan among sak klungsu gedhene nanging bobote ngungkuli abote watu gedhe kae, yen ora percaya coba angkata!”ngendikane Jeng Sunan. Kanthi semu ora percaya empu Supa ngangkat wesi sing sak klungsu gedhene mau.
“ Leres Jeng Sunan, jebul wesi menika kalangkung abot katimbang sela menika. Jeng Sunan menapa wesi menika saged damel duwung, karana wujudipun among sak klungsu agengipun.”ucape empu Supa.
“ Nak kira-kira wesi iki gedhene sak gunung apa bisa kanggo gawe keris kuwi Supa?”wangsulane Jeng Sunan.Tanpa dinyana wesi sing sak klungsu mau dadi sak gunung gedhene.
“ Jeng Sunan, menawi wesi menika wujudipun sak gunung pripun anggen kula mande mangke Jenhg Sunan?”ujare empu Supa. Karana ucapan Jeng Sunan wesi sing sak gunung mau malih dadi wujud sing asli.
Wesi sing diwenehake Jeng Sunan mau wiwit dipande dening empu Supa. Karana lantipe Supa, ora suwe wesi mau wis dadi wujud keris kang elok endahe. Banget gumun penggalihe Jeng Sunan karana keris mau ora kaya kang diangen-angen. Keris wujud keris Jawa (Majapahit) kang duweni luk telulas.
Suwe Jeng Sunan olehe namatake keris mau. Banjur Jeng Sunan ngendika, ” Supa, keris iki ora pantes yen dienggo nyembelih wedhus utawa kebo. Keris iki pantese digunakake para santri lan ratu sing nguwasani nusantara iki. Supa, keris iki takwenehi tetenger Sangkelat.”
***
Ing sawijining dina Sunan Kalijaga ngembara metu saka desane. Dheweke krungu kabar menawa keris Sangkelat ilang dicolong lan digawa menyang Blambangan. Sanalika kuwi Sunan Kalijaga kaget terus cepet-cepet mulih ing Tuban. Sajroning mulih saka Tuban, ing tengah dalan atine kuwatir banget. Jroning batine kuwatir yen mengko Siunglaut kasil nguwasani pulau Jawa. Tan urung gegayuhane gerakan islam bakal tanpa kasil.
Sawise krungu kabar kaya mangkono, banjur Jeng Sunan Kalijaga lunga menyang omahe Supa. Sawise tekan omahe Supa, Sunan Kalijaga lungguh sila diadhep empu Supa lan bojone, yaiku Dewi Rasawulan. Karana niyat pengen ngomong-ngomong wong loro, Sunan Kalijaga ngongkon Dewi Rasawulan jupuk sega uduk kanthi lawuh iwak pitik bumbu lembaran. Dewi Rasawulan dijaluki sega karo kakange rumangsa bombong, karana kakange lagi wae mulih saka lunga adoh wis suwe ora ketemu. Nanging Dewi Rasawulan uga kaget amarga kakange ora kaya biasane. Yen mangan biasane apa anane nanging saiki kok jaluk sing aneh-aneh.
Sawise Rasawulan lunga, Sunan Kalijaga jaluk tulung karo empu Supa supaya nyelidiki kyai Sangkelat sing ilang dicolong wong lan digawa ing Blambangan. Supa rumangsa kaget, banjur dheweke cepet-cepet niliki simpenane. Sawise digoleki kasunyatane Sangkelat pancen ora ana. Empu Supa bingung getun. Supa banjur ngadhep Sunan Kalijaga kanthi rai kang pucet lan kringet drewesan.
Delengake yen Supa gela, Sunan Kalijaga ora tega atine. Banjur goleki si Anom, anake Supa.
“ Supa, ana ngendi anakmu si Anom, kok ora katon. Tulung golekna, aku wis kangen.”
Supa banjur lunga ning buri goleki anake, nanging ora ketemu. Karepe pengen lunga ing pawon takon karo bojone. Nanging durung nganti takon, bojone wis ngakon nyekel iwak tambra sing arep didadekake lawuh. Supa sing atine isih getun kilangan keris kyai Sangkelat bareng dikongkon bojone banjur lunga ing blumbang. Kaget atine Supa, sawise tekan ing pinggire blumbang weruh anake sing kumambang ing jerone kolam. Supa banjur nyemplung kolam. Anake diangkat, nanging si Anom wis kebacut mati. Sanalika kuwi dheweke pengen bengok, nanging dheweke sadar. Jroning pikirane nak nganti bojone ngerti yen anake mati tan urunga sak omah bakalan rebut.
Karana gedhene katresnane lan hormate marang Sunan Kalijaga, atine sing sedhih mau dipendhem jero-jero. Mayite putrane digendhong kaya wong urip, terus digawa mlebu ing dalem gedhe, diturokake lan diselimuti kaya anak sing lagi turu.
Supa cepet-cepet nyekel iwak tambra ing kolam. Sawise dikumbah iwak diwenehake marang bojone. Nanging Supa ora wani nemoni Sunan Kalijaga lantaran dheweke repot ing pawon ngrewangi bojone masak.
Sawise sega ditata ing dalem gedhe, Sunan Kalijaga diaturi dhahar. Wektu kuwi Supa katon anggone ewuh. Karepe Sunan Kalijaga kareben lali karo si Anom. Sunan Kalijaga anggone dhahar tansah ngingeti kiwa tengene, kaya ana sing digoleki. Biasane yen Sunan Kalijaga lagi dhahar mesthi diganggu si Anom. Nanging nalika dhahar bareng-bareng kok rasane ana sing beda. Banjur Supa ditakoni Sunan Kalijaga, “ Piye anggonmu goleki putramu, ketemu apa ora?”
Wektu kuwi atine Supa rumangsa kaget banget, kepeksane Supa jawab kanthi gugup, “ Jeng Sunan, si Anom nembe tilem. Menawi dipun gugah biasane lajeng sakit.” Sunan Kalijaga nerusake anggone dhahar, nanging kepeksa kanthi rasa gela. Karana kaget Sunan Kalijaga terus nyelukake si Anom.
“ Tole Anom tangia, iki lho Pak Dhe lagi maem lawuhe iwak pitik lan tambra. Mrenea Ngger cah bagus, maem bareng, mengko iwake kebacut entek lho!” Lagi wae diceluk Jeng Sunan Kalijaga, dumadakan si Anom metu saka kamare. Lungguh jejer ing cedhake Jeng Sunan Kalijaga lan ngganggu anggone dhahar.
Karana diganggu si Anom, anggone dhahar Jeng Sunan dadi tambah nikmat. Lagi wae jupuk brutu pitik langsung direbut si Anom. Atine Sunan Kalijaga luwih seneng lan bisa ngentekake dhahare kang akeh. Daging iwak tambra sedhela wae wis entek, mung kari balung lan endhas kang isih wutuh. Rasawulan krasa seneng jroning atine. Sawalike, bareng krungu Sunan Kalijaga sanalika kuwi atine Supa dadi deg-degan, yen nganti rahasiane kebongkar. Kanthi rasa kaget lan wedi, bareng weruh anake sing wis mati mlayu metu saka kamar, banjur ngganggu dhahare Sunan Kalijaga. Wektu kuwi Supa pengen bengok, nanging suwarane ora bisa metu, kaku kaya dibungkem setan. Pikirane kosong kaya wong lagi ngimpi. Mripate diucek-ucek kanthi deleng anake sing lagi wae teka. Bareng wis yakin yen anake pancen isih urip, Supa banjur lungguh lan nangis.
Ora ana sing gathekake Supa sing lagi lemes awake. Sunan Kalijaga lungguh karo si Anom kanthi rasa seneng. Rasawulan rumangsa seneng weruh kakange dhahar kanthi enak. Atine rumangsa bombong, karana pas anggone masak. Sakbubare dhahar, Sunan Kalijaga pamit karo Supa lan bojone. Nanging Sunan Kalijaga kaget weruh Supa sing lagi lungguh lan nangis. Dikirane Supa isih getun kilangan keris Sangkelat, mula Sunan Kalijaga langsung ngendikan, “ Nak, sing wis kebacut ora usah digetuni, mengko mundhak gawe petenge mripat. Nak, aku ora kuwatir perkara kilangan keris Sangkelat. Muga-muga isih bisa digoleki ana ngendi papan dununge keris kuwi.”
Banjur Supa nyritakake mula dadine dheweke nganti nangis, yaiku lantaran weruh anake sing wis mati kecemplung kolam. Nanging bareng krungu omongane Sunan Kalijaga dumadakan urip meneh. Krungu crita sing kaya ngono mau, Rasawulan nangis lan jupuk anake terus didekep jroning pangkune kanthi nangis sing seru. Sunan Kalijaga sing ora ngerteni kahanan kuwi rumangsa trenyuh. Sawise kahanan tenang, Sunan Kalijaga banjur ngajak Supa ngucapake sukur marang Gusti Ingkang Murbeng Dumadi, karana wis menehi keslametan marang si Anom.
Sunan Kalijaga banjur ngomong karo Dewi Rasawulan kanthi tujuan pengen ngubah kahanan dadi tambah seneng.
“ Iwak tambra mau diwenehi bumbu apa, kok rasane enak banget. Iwak kang gedhene semana mau kok kari balung lan endhas.”
Rasawulan isih rumangsa susah karo mangku anake, “ Iwak tambra mau diwenehi bumbu urip-urip.” Sunan Kalijaga kepengen nglipur adhike kanthi ngendikan, “ Wah kebeneran banget Nduk. omonganmu mau ngemu filsafat memet. Nak ngono sakabehing kuwi gumantung saka adonane.”
Sunan Kalijaga nyampekake marang Supa menawa omongane bojone mau, “ Iwak tambra kanthi bumbu urip-urip mau ngemu wigati sing penting, sing maksude bisa disebut mati. Yen toh kebeneran olehe ngolah pas, kaya ngono kuwi bisa dadekake urip meneh. Mula panjalukku marang Gusti muga-muga anggone masak bumbu urip-urip mau bisa njalari sing mangan lan lawuh sing dipangan.”
Lagi wae Sunan Kalijaga ngendikan kaya ngono kuwi, iwak pitik sing ilang brutune mau sarta iwak sing sisa balung lan endhas dadi urip meneh. Pitik dadi pitik buntung. Dicekel si Anom, dipondhong terus dienggo dolanan. Tambra sing kari balung lan endhas obah-obah jroning piring, terus dicekel Supa. Banjur dilebokake ing kolam lan misuwur kanthi sebutan si Reges.
Sawise menehi wejangan marang Supa, banjur Sunan Kalijaga ngongkon supayane Supa goleki keris Sangkelat menyang Blambangan. Nalika nglaksanakake prentahe Sunan Kalijaga, Supa nyamar dadi rakyat jelata, lunga menyang Madura. Dheweke ngganti jenenge dadi Kasa, dadi buruh pandene empu Singkir. Ing Madura, Kasa gawe keris lan tombak biasa. Saka Madura, Kasa nerusake mlakune menyang Kahuripan. Ing kana dheweke dadi buruhe empu Bassu. Saka Kahuripan banjur menyang Blambangan, ganti jeneng dadi Pitrang lan ngrewangi empu Sarap.
Ing wektu iku, Adipati Siunglaut Blambangan lagi gawe sanjata kanggo nyiapake perang nyerang Majapahit. Ing kana, saben dina Sarap lan Pitrang dikongkon kerja ing besalen ( panggonan kanggo gawe sanjata ) kadipaten kang ana ing cepuri pura sang patih. Sing dadi adipati yaiku Cluring.
Sawijining dina patih Cluring ngongkon Sarap supaya gawekake peso tunggul ( peso kanggo nyukur ). Amarga Sarap gaweane akeh, mula Pitrang sing diprentah kon gawe peso mau. Ora suwe peso wis dadi, banjur diwenehake patih Cluring. Sawise kuwi patih Cluring mulih kanthi nggawa peso cukur mau. Sawise tekan ngarep omah, dheweke delengake anake sing isih cilik. Dumadakan peso sing dicekel patih Cluring direbut saingga tangane anake tatu. Sanalika kuwi anake lara lan mati.
Patih Cluring kaget banget. Dheweke nganggep yen anake kuwi mau mung semaput, banjur dibopong mlebu omah. Nanging kebacut wis mati. Patih Cluring duweni panganggep yen anake kuwi mati karana ampuhe peso cukur mau, amarga yen delengake tatune ora sepira. Banjur dheweke nyoba ngiris wit kemuning sing ana ing ngarep omahe. Ora suwe wit kemuning mau dadi biru lan godhonge alum. Peso cukur mau dijajal meneh kanggo natoni wong sing salah, sanalika kuwi wong mau langsung mati.
Dina sesuke patih Cluring banjur teka meneh ing besalen, jaluk karo empu Sarap supaya Pitrang gawe keris lan tombak kanggo dheweke. Pitrang banjur gawe keris dapur tilamupih lan tombak dapur biring. Patih Cluring atine seneng banget.
Sansaya suwe adipati ngerti yen Pitrang pinter gawe keris. Patih Cluring lan Pitrang diprentah adipati supaya gawe tiruane keris Sangkelat. Pitrang nyaguhi. Ananging olehe gawe keris tiruan kuwi mau, prelu dipuja ing wektu bengi supaya wujud lan ampuhe keris pada karo sing asli. Ing panggonan pamujan ing besalen dianakake upacara pamujan. Keris Sangkelat di wuda, disimpen ing jero peti lan dikunci. Patih Cluring, empu Sarap, lan kanca-kancane diajak nunggoni upacara pamujan kuwi mau.
Pitrang nunggoni nganti tekan dalu banjur keris Sangkelat diobong. Patih Cluring, empu Sarap, lan kanca-kancane nunggoni ing jaba. Nalika nunggoni Pitrang nggunakake ilmu sirep. Patih Cluring, empu Sarap, lan kanca-kancane pada keturon kabeh. Ngerti yen pada turu kabeh, banjur Pitrang jupuk keris Sangkelat lan digawa metu, mlaku munggah cepuri, langsung mudhun ing kali. Keris Sangkelat diumpetake ing jero peti lan tutupi watu. Pitrang cepet-cepet mlebu meneh ing panggonan pamujan mau, nerusake dongane marang Gusti Ingkang Murbeng Dumadi, supaya panjaluke bisa keturutan.
Nalika tangi, Cluring gelagapan, banjur nggugah empu Sarap diajak mlebu ing panggonan pamujan, delengake Pitrang sing isih lungguh sedeku. Patih Cluring banjur takon karo Pitrang,” Piye gaweanmu?” Patih dikongkon delengake isine peti. Peti banjur dibukak, keris sing asale mung siji saiki dadi loro, kembar. Banjur peti ditutup meneh.
Esuke patih Cluring ngajak Pitrang ngadhep adipati kanggo menehake peti kang isine keris. Petine banjur cepet-cepet dibukak, isine keris Sangkelat sing kembar. Keris loro mau banjur ditamatake adipati. Nanging adipati ora bisa bedakake antarane keris sing asli lan palsu. Adipati dadi bingung, banjur takon karo Pitrang, “ Pitrang, endi keris sing asli?” Banjur Pitrang jawab, “ Kula uga mboten saged bentenake pundi keris ingkang asli lan palsu. Amargi kula nembe weruh wujudipun keris Sangkelat, dados kula dereng ngertos. Keris Sangkelat menika mboten kula damel kanthi cara dipande, nanging amung lantaran pamujan.”
Amarga adipati bingung, mula keris kembar mau dianggep dadi pusaka kabeh. Pitrang banjur diprentah meneh gawe keris dapur Sangkelat. Banjur dheweke didadekake Pangeran merdeka ing desa Sendang Sedayu, lan dinikahake karo anake yaiku Dyah Sugian.
Sawise kuwi Pitrang banjur budhal menyang Sedayu karo bojone. Sadurunge budhal, ing wayah wengi Pitrang meneng-meneng jupuk keris Sangkelat ing kali. Keris Sangkelat terus dibuntel nganggo upih lan dilebokake ing jero peti, dipendem piranti kanggo mande lan wesi bakalan.
Ing Sedayu, Pitrang ngaso pirang-pirang sasi, banjur pamit karo bojone yen dheweke arep niliki omahe ing Tuban. Ing wektu kuwi, bojone lagi ngandut. Pitrang banjur ninggalake pesen, yen anake mengko lair lanang supaya dijenengake Sura.
***
Miturut dongeng, keris kyai Sangkelat sing sakbenere sing digawe empu Supa iku jumlahe ana telu. Sing telu-telune dadi pusakane raja. Dongeng babagan keris kuwi akeh banget versi sing sumebar. Koyo-koyo dongeng iku didadekake crita ngadeke krajaan.
Ana versi sing nggambarake menawa jaman Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma ing Mataram, keris kyai Sangkelat sing loro dilarung ing segara kidul, minangka tumbal supaya ratu ing Mataram langgeng anggone dadi ratu sing nguwasani tlatah Jawa.
Nalika Mataram pecah dadi loro, yaiku Surakarta lan Ngayogjokarta crita keris Sangkelat misuwur ing masyarakat. Crita kuwi diwiwiti nalika ana wong sing lagi golek iwak sajroning segara kidul. Nganti tekan bengi anggone mancing. Nalika ngancik ing tengah wengi sing dipancing ora iwak, nanging keris kyai Sangkelat. Keris kuwi banjur diwenehake marang ingkang dalem sinuwun ing Ngayogjokarta. Mbokmenawa kanthi crita keris bisa saya gawe kuat lan kuncarane Negara utawa krajaan Ngayogjokarta, karana duweni keris kyai Sangkelat.
sepatu orthopadi orthoshoping.com sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita kelainan kaki pada balita arrow
Ads orthoshop info