sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
kelainan kaki pada balita
Ads orthoshop
Yen sira kasinungan ngelmu kang marakake akeh wong seneng, aja sira malah rumangsa pinter, jalaran menawa Gusti mundhut bali ngelmu kang marakake sira kaloka iku, sira uga banjur kaya wong sejene, malah bisa aji godhong jati aking.(Bila anda mendapat anugrah ilmu yang membuat banyak orang senang, janganlah kamu merasa pintar, sebab apabila Tuhan mengambil lagi ilmu yang menyebabkan anda terkenal itu, anda akan menjadi orang biasa lagi, malah lebih bermanfaat daun yang kering)
Thursday, March 20, 2014
Sejarah Kelurahan Bendo
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
kelainan kaki pada balita
Ads orthoshop
Oleh: Ferry Riyandika
Dukuh Bendo yang bertetanggaan dengan Dukuh Baderan dan Sangut apa kata orang disini, merupakan suatu wilayah yang masuk Kelurah Bendo, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar. Kelurahan Bendo memiliki jumlah penduduk sebanyak 4731 jiwa, sedangkan batas wilayah ini dari sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Tanggung yang dimana memiliki tinggalan arkeologi yang cukup banyak yaitu beberapa lumpang batu kuno, lingga, arca Ganesha yang masih terpendam, dan struktur batu bata kuno yang berserakan disana-sini. sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sentul yang dimana dibatasi oleh Sungai lahar, setiap Gunung Kelud melutus sungai ini selalu menjadi langganan muntahan lahar dingin Gunung tersebut.Di tempat pemakaman umum Kelurahan Sentul terdapat tinggalan berupa tumpukan batu bata yang sekarang ditutup di jadikan makam islam (Swangsan) dan beberapa batu yang menyerupai sudut candi. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kelurahan Kepanjen Kidul yang dimana pusat Kota dan Kabupaten blitar berada. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Kembangan, Desa Sumberjo, Kelurahan Sanan Kulon. Di Sebelah utara dusun Kembangan terdapat Desa jeding yang memiliki tinggalan berupa Parthitaan Kuno (kolam). Ikon untuk memasuki Kelurahan Bendo berupa lambang ikan koi. Selain Kota Blitar kini juga dikenal dengan sebutan Kota Patria, Kota Lahar dan Kota Proklamator yang terletak pada koordinat 112 derajat BT dan 8 derajat LS, di lereng Gunung Kelud pada ketinggian sekitar 175 meter diatas permukaan laut.
Keadaan tanah di Kota Blitar berupa tanah vulkanik, mengandung abu letusan gunung berapi, pasir, dan napal (batu kapur yang tercampur tanah liat). Tanah tersebut pada umumnya berwarna abu-abu kekuningan, bersifat masam, gembur, dan peka terhadap erosi. Tanah semacam itu disebut regosol yang dapat dimanfaatkan untuk menanam padi, tebu, tembakau, kopi dan sayur mayur. Selain hijaunya persawahan juga ditanam pula tanaman tembakau di daerah ini. Tembakau ini mulai ditanam sejak Belanda berhasil menguasai daerah ini sekitar abad XVII. Bahkan, kemajuan ekonomi Blitar pernah ditentukan dengan keberhasilan atau kegagalan produksi tembakau. selain keadaan tanah yang subur, Blitar memiliki Sungai Brantas yang mengalir dari timur ke barat membagi Kabupaten Blitar menjadi dua, yaitu bagian utara dan selatan. Bagian utara di sebut Blitar Utara (seberang Lor/ Mbrang Lor) dan bagian sering disebut Blitar Selatan (seberang kidul/mbrang kidul) kebanyakan tanahnya berjenis grumusol.Tanah semacam ini hanya produktif bila dimanfaatkan untuk menanam ketela pohon, jagung, dan jati (Soebantardjo, e.a: 1-2).
Menurut penuturan warga setempat Kelurahan Bendo berasal dari sebuah pohon yang bernama Bendo dalam bahasa Jawa disebut bendha. Pohon ini merupakan pohon kayu bergetah yang masih bersaudara dengan nangka. Seperti halnya nangka, durian, dan sejenisnya, bendo ini merupakan pohon yang tingginya lebih dari 30m. Berdaun agak lebar, tebal, dan berkayu keras. Secara spesifik menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, pohon Bendo memiliki klasifikasi Ilmiah sebagai berikut: "kerajaan: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: rosales, famili: moraceae, genus: artocarpus, spesies: A. elasticus dengan nama binomial: artocarpus elasticus. Pohon ini termasuk poho langka yang hidup liar secara tersebar di daerah berhutan di pulau Jawa, Sumatra, dan beberapa pulau lain di wilayah pembagian flora Indonesa Bagian Barat. Masyarakat Malang selatan masih banyak yang memanfaatkan biji bendo ini sebagai makanan ringan. Selain itu di Kelurahan Bendo banyak ditumbuhi pohon-pohon besar seperti Pohon Lo dan Pohon Beringin.
Menurut kisahnya Dukuh Bendo dapat dikaitkan dengan seoarang tokoh yang oleh masyarakat disebut "Mbah Khasan Besari" atau Mbah Khasan Bendo". Makam Mbah Khasan Bendo terletak di sebelah barat dukuh Bendo yang berbatasan langsung dengan Dusun Kembangan, Desa Sumberjo, Kecamatan Sanan Kulon, Kabupaten Blitar. Mbah Khasan Bendo merupakan tokoh yang terkenal pada masa perjuangan Shudanco Supriyadi. Beliau merupakan guru spiritual Supriyadi. Mbah Khasan Bendo boleh di bilang tokoh di balik peristiwa Heroik PETA Blitar. Dari padanyalah, Supriyadi selama ini sering curhat mengenai kondisi penderitaan rakyat, serta bentuk kezaliman Jepang lainnya, yang berujung pada peristiwa yang mencengangkan Indonesia pada saat tahun 1945 (hehe....pernah ikut memainkan teater pada tanggal 14 Februari, tentang peristiwa heroik Supriyadi ini). Rumah Mbah Bendo sendiri adalah rumah dengan gaya arsitektur Jawa Mataraman. Bersoko guru 4 kayu balok besar dan tinggi dengan ornamen utama kayu pada atapnya. Sedang pintu dan jendela yang begitu lebar, dengan balai balai yang luas, menandakan gaya arsitektur rumah seorang priyayi Jawa. Apabila ada letusan Gunung Kelud, para warga biasanya mengusi di rumah Mbah Khasan Bendo.
Di depan Pesarehan Makam Mbah Khasan Bendo terdapat sebuah patung sapi yang sudah di cat warna hitam.
Selain itu di Pemakaman ini juga terdapat banyak tinggalan berupa umpak dan lumpang yang berserakan di area pemakaman tersebut selain itu terdapat bongkahan pahatan batu yang memanjang seperti meja. Kemungkinan benda tersebut digunakan sebagai sarana meletakkan sesaji, mengingat letaknya di makam tersebut.
Selain di pemakaman umum Dukuh Bendo di Lapangan Kelurahan Bendo terdapat sebuah lumpang besar yang dari dulu dikeramatkan oleh masayarakat setempat.
Di pemandian umum yang sekarang disebut “Water Park Sumber Udel”. Dahulu tempat ini terdapat sumber air yang menurut warga setempat sebanyak 3 buah, yang dua buah menjadi “Water Park” yang terakhir menjadi pemandian (belik) warga yang terletak di selatan “Water Park Sumber Udel”, di dekat Kali Lahar yang merupakan kali hasil muntahan lahar dingin dari Gunung Kelud. Di tempat tersebut terdapat struktur bangunan kuno yang terbuat dari batu bata dan sebuah arca pancuran, sayang sekali keberadaan temuan benda arkeologi tersebut sekarang tidak diketahui lagi. Selain itu untuk menuju kolam memandian tersebut harus menuruni anak tangga dan disekelilingnya ditumbuhi pohon beringan yang lebat. Kemungkinan dahulu merupakan tempat pathirtaan. Di Kelurahan Bendo terdapat nama Dukuh Baderan (Bader-an) yang memiliki pengertian nama jenis ikan sungai yang biasanya di budidayakan di kolam (Nila/ Mujair) dan Kampung Sangut (Sungut) berarti kumis ikan. Melihat nama-nama toponimi dan ikon Kelurahan Bendo mengingatkan kita akan perjalanan Bujangga Manik sebelum menuju Desa Blitar yaitu Polaman.
“……Leu(m)pang aing marat ngidul, nepi aing ka Waliring, ngalalaring ka Polaman, datang aing ka Balitar……” (“……Aku berjalan ke baratdaya, sampailah ke Waliring, aku berjalan lewat Polaman, tibalah ke Blitar……”) (Noordyun & A. Teeuw, 2009: 304).
Apabila dilihat dari perjalanannya yang mengarah ke barat daya maka terdapat nama suatu daerah yang mirip dengan nama Waliring, kemungkinan berubah menjadi Beringin (Bringin) yang merupakan nama Desa Sumberingin yang terletak di Kecamatan Sanan Kulon atau menjadi Desa Bangsri, Kecamatan Nglegok, menurut laporan daftar penemuan benda-benda purbakala di Jawa timur pada tahun 1977 disebutkan telah ditemukan tiga buah arca pancuran dan fragmen sebuah bangunan candi.
Selanjutnya menuju ke Polaman. Nama Polaman berarti Kolam ikan (ulam “ikan” jawa.), namun kemunculan toponimi ini sama dengan nama di daerah dekat Kendal. Dalam Nagarakrtagama disebutkan adanya Polaman di daerah Daha (Noordyun & A. Teeuw, 2009: 515). Selain itu pada uraian Pararaton disebutkan bahwa sebelum meninggal raja Katong (Jayakatwang) telah membuat Kidung Wukir Polaman di Djunggaluh (Padmapuspita, 1966: 79). Di Desa Bedali dan Desa Kalirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, dimana juga terdapat nama Dukuh Polaman. Untuk Polaman perjalanan Bujangga Manik ini keberadaannya sebelum menuju ke Balitar, harus ditekankan dan dicari sebelah utara Balitar, bukan ke tempat lain.
Seperti yang saya ungkapkan di atas, Di Desa Jeding, Kecamatan Sanan Kulon terdapat situs kolam yang terbuat dari batu bata kuno, yang sekarang dipergunakan sebagai tempat kolam pemandian dan kolam pemancingan warga setempat. Selain Desa Jeding, di Kelurahan Tanggung Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar pada tahun 2011 baru ditemukan lingga semu, batu candi, beberapa lumpang, dan batu bata kuno. situs ini terletak di antara Sungai Lahar dan Sungai Cari. Di Kelurahan Bendo, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar terdapat pemandian umum yang sekarang disebut “Water Park Sumber Udel”. Dahulu tempat ini terdapat sumber air yang menurut warga setempat sebanyak 3 buah, yang dua buah menjadi “Water Park” yang terakhir menjadi pemandian (belik) warga yang terletak di selatan “Water Park Sumber Udel”, di dekat Kali Lahar yang merupakan kali hasil muntahan lahar dingin dari Gunung Kelud. Di tempat tersebut terdapat struktur bangunan kuno yang terbuat dari batu bata dan sebuah arca pancuran, sayang sekali keberadaan temuan benda arkeologi tersebut sekarang tidak diketahui lagi. Selain itu untuk menuju kolam memandian tersebut harus menuruni anak tangga dan disekelilingnya ditumbuhi pohon beringan yang lebat. Kemungkinan dahulu merupakan tempat pathirtaan. Di Kelurahan Bendo terdapat nama Dukuh Baderan (Bader-an) yang memiliki pengertian nama jenis ikan sungai yang biasanya di budidayakan di kolam (Nila/ Mujair) dan Kampung Sangut (Sungut) berarti kumis ikan. Berdasarkan toponimi dan tinggalan berupa Partirthaan boleh jadi Polaman berada di Kelurahan Bendo ini. Oleh karena itu pada abad 15, kawasan Kelurahan Bendo dahulu sudah dikenal walaupun namanya tidak harus Bendo.
Akan sejarah Bendo pada masa Kerajaan Islam, belum terlacak keberadaannya, namun apabila letak Bendo ini berdekatan dengan Kadipaten Blitar, maka Bendo termasuk wilayah Blitar juga. Mengingat pada masa Kerajaan Mataram, Blitar merupakan daerah kekuasannya di Bang Wetan. Pada tahun 1723 terjadi suatu peristiwi di kerajaan Mataram Islam yang membuat daerah Blitar pada tahun 1755 di pegang oleh Raden Mas Tumenggung Rekso Koesoemo dibawah komando Kasunanan Surakarta. Melihat peta tahun 1811 terlihat bahwa Blitar dipecah menjadi 3 bagian yaitu Kabupaten Srengat, Kabupaten Blitar yang masuk wilayah Kasunanan Surakarta yang dimana wilayah Bendo termasuk wilayah ini, dan sebagian masuk Kabupaten Hantang (Distrik Wlingi keselatan) yang dikuasai oleh Belanda. Kemungkinan ini adalah susunan baru setelah VOC bangkrut dan bubar pada tanggal 31 Desember 1799 dan diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1825-1830 meletuslah Perang jawa yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro, setelah perang tersebut dapat di tumbangkan oleh pemerintah Hindia Belanda, maka pada tanggal 13-14 juli 1830 terjadi suatu peristiwa di Pendopo Sepreh, Nganjuk yang dimana Blitar merupakan bawahan dari Residensi Kediri, namun masih tetap pecah seperti yang tertera dalam perjanjian Giyanti. Adapun bala tentara Pangeran diponegoro yang masih hidup, mengusi ke arah selatan dan timur, tak terkecuali di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Srengat. Mengingat rumah Mbah Khasan Bendo bergaya khas rumah mataram kemungkinan beliau juga keturunan dari para bangsawan atau pejuang masa terjadinya Perang Jawa yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro. Untuk penanda pemukiman laskar-laskar Pangeran Diponegoro adalah ditanamkan Pohon Sawo atau Pakis Aji, hal ini membuat penguatan bagi Mbah Khasan Bendo adalah keturunan dari Laskar pangeran Diponegoro, karena di samping kediamannya terdapat Pohon Sawo besar yang umurnya sudah tua.
Namun pada tahun tahun 1848 kediaman Bupati Blitar yaitu R.M Aryo Ronggo Hadinegoro di Desa Blitar dan masjid yang di bangun oleh penghulu I Blitar yaitu Kyai Imam Besari pada tahun 1820 Masehi di terjang muntahan letusan Gunung Kelud yang mengalir ke Sungai Lahar di dekat kediamannya. Selanjutnya kediamannya dipindahkan ke Kepanjenlor yang kini menjadi Pendopo Kabupaten Blitar yang berbatasan langsung dengan Kelurahan Bendo. Pada masa pemindahan tersebut memunculkan momentum cilak bakal Kotapraja, dimana disebut sebagai Desa Kepanjen. Desa ini diperintah oleh Raden Wongso Sukarto. Kabupaten Blitar, Kabupaten Srengat dan sebagian wilayah Kabupaten Hantang (distrik Wlingi) akhirnya bergabung menjadi satu pada tanggal 20 September 1852 dalam keputusan yang diambil oleh Residen Kediri.
Pada tanggal 4 Juni 1885, berdasarkan Staads Blaad No 107 yang memuat surat keputusan Gubernur General nederlanch Indi tanggal 30 Mei 1885 No. 4C tentang batas-batas Ibukota akhirnya Desa Kepanjen di pecah menjadi dua yaitu Desa Kepanjen Lor dan Desa Kepanjen Kidul serta Kampung Kauman dan Pecinan. Secara berangsur-angsur wilayahnya dikembangkan kearah utara hingga Kelurahan Bendo sekarang dan Jurang Sembot, Kelurahan Sentul sekarang, keutara sampai dengan Kampung Baru, Plosokerep dan Banban (Karangsari), Sebelah timur adalah Gebang, Sidorejo, Bendogerit dan Karang Lo, dan Kebarat hingga sampai Dawuhan dan Sudimoro (Dimoro). Adapun arti nama dukuh-dukuh di Bendo seperti yang saya utarakan diatas. Pada tahun 1906 terbentulah Gemeente atau Pemerintah Kotapraja Blitar dengan wilayah yang meliputi daerah-daerah yang saya sebutkan sebelumnya.
Menjelang tahun 1928 Gemeente Blitar pernah menjadi Kota Karisidenan dengan nama Residen Blitar, tetapi status ini tidak berlangsung lama, berdasarkan Staadsblad no. 447 tahun 1928 kembali lagi menjadi Gemeente Blitar. Pada masa ini telah melanjutkan bembangunan irigasi di Kotapraja Blitar, salah satunya adalah sungai lahar yang melewati Kelurahan Bendo yaitu Sungai Lahar yang juga sebagai tapal batas antar kelurahan. untuk tahun berikutnya hingga masa kemerdekaan, Pendidikan yang diselenggaran pemerintah Kotapraja berada di daerah Kepanjen Lor sekarang hingga keselatan yaitu SMPN 1 Blitar sekarang, Ketimur adalah SMAN 1 Blitar (Kecamatan Sanan Wetan) dan kebarat adalah tempat pendidikan yang ada di Desa Kauman (Kecamatan Sukorejo).
Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia Tepatnya tanggal 14 Februari, terdapat peristiwa heroik yang dilakukan oleh Shudanco Supriyadi dengan Guru Spiritualnya Mbah Khasan Bendo yang sekarang makamnya terletak di Pemakaman Umun Kelurahan Bendo.
Dukuh Bendo yang bertetanggaan dengan Dukuh Baderan dan Sangut apa kata orang disini, merupakan suatu wilayah yang masuk Kelurah Bendo, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar. Kelurahan Bendo memiliki jumlah penduduk sebanyak 4731 jiwa, sedangkan batas wilayah ini dari sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Tanggung yang dimana memiliki tinggalan arkeologi yang cukup banyak yaitu beberapa lumpang batu kuno, lingga, arca Ganesha yang masih terpendam, dan struktur batu bata kuno yang berserakan disana-sini. sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sentul yang dimana dibatasi oleh Sungai lahar, setiap Gunung Kelud melutus sungai ini selalu menjadi langganan muntahan lahar dingin Gunung tersebut.Di tempat pemakaman umum Kelurahan Sentul terdapat tinggalan berupa tumpukan batu bata yang sekarang ditutup di jadikan makam islam (Swangsan) dan beberapa batu yang menyerupai sudut candi. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kelurahan Kepanjen Kidul yang dimana pusat Kota dan Kabupaten blitar berada. Sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Kembangan, Desa Sumberjo, Kelurahan Sanan Kulon. Di Sebelah utara dusun Kembangan terdapat Desa jeding yang memiliki tinggalan berupa Parthitaan Kuno (kolam). Ikon untuk memasuki Kelurahan Bendo berupa lambang ikan koi. Selain Kota Blitar kini juga dikenal dengan sebutan Kota Patria, Kota Lahar dan Kota Proklamator yang terletak pada koordinat 112 derajat BT dan 8 derajat LS, di lereng Gunung Kelud pada ketinggian sekitar 175 meter diatas permukaan laut.
Keadaan tanah di Kota Blitar berupa tanah vulkanik, mengandung abu letusan gunung berapi, pasir, dan napal (batu kapur yang tercampur tanah liat). Tanah tersebut pada umumnya berwarna abu-abu kekuningan, bersifat masam, gembur, dan peka terhadap erosi. Tanah semacam itu disebut regosol yang dapat dimanfaatkan untuk menanam padi, tebu, tembakau, kopi dan sayur mayur. Selain hijaunya persawahan juga ditanam pula tanaman tembakau di daerah ini. Tembakau ini mulai ditanam sejak Belanda berhasil menguasai daerah ini sekitar abad XVII. Bahkan, kemajuan ekonomi Blitar pernah ditentukan dengan keberhasilan atau kegagalan produksi tembakau. selain keadaan tanah yang subur, Blitar memiliki Sungai Brantas yang mengalir dari timur ke barat membagi Kabupaten Blitar menjadi dua, yaitu bagian utara dan selatan. Bagian utara di sebut Blitar Utara (seberang Lor/ Mbrang Lor) dan bagian sering disebut Blitar Selatan (seberang kidul/mbrang kidul) kebanyakan tanahnya berjenis grumusol.Tanah semacam ini hanya produktif bila dimanfaatkan untuk menanam ketela pohon, jagung, dan jati (Soebantardjo, e.a: 1-2).
Menurut penuturan warga setempat Kelurahan Bendo berasal dari sebuah pohon yang bernama Bendo dalam bahasa Jawa disebut bendha. Pohon ini merupakan pohon kayu bergetah yang masih bersaudara dengan nangka. Seperti halnya nangka, durian, dan sejenisnya, bendo ini merupakan pohon yang tingginya lebih dari 30m. Berdaun agak lebar, tebal, dan berkayu keras. Secara spesifik menurut Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas, pohon Bendo memiliki klasifikasi Ilmiah sebagai berikut: "kerajaan: plantae, divisi: magnoliophyta, kelas: magnoliopsida, ordo: rosales, famili: moraceae, genus: artocarpus, spesies: A. elasticus dengan nama binomial: artocarpus elasticus. Pohon ini termasuk poho langka yang hidup liar secara tersebar di daerah berhutan di pulau Jawa, Sumatra, dan beberapa pulau lain di wilayah pembagian flora Indonesa Bagian Barat. Masyarakat Malang selatan masih banyak yang memanfaatkan biji bendo ini sebagai makanan ringan. Selain itu di Kelurahan Bendo banyak ditumbuhi pohon-pohon besar seperti Pohon Lo dan Pohon Beringin.
Menurut kisahnya Dukuh Bendo dapat dikaitkan dengan seoarang tokoh yang oleh masyarakat disebut "Mbah Khasan Besari" atau Mbah Khasan Bendo". Makam Mbah Khasan Bendo terletak di sebelah barat dukuh Bendo yang berbatasan langsung dengan Dusun Kembangan, Desa Sumberjo, Kecamatan Sanan Kulon, Kabupaten Blitar. Mbah Khasan Bendo merupakan tokoh yang terkenal pada masa perjuangan Shudanco Supriyadi. Beliau merupakan guru spiritual Supriyadi. Mbah Khasan Bendo boleh di bilang tokoh di balik peristiwa Heroik PETA Blitar. Dari padanyalah, Supriyadi selama ini sering curhat mengenai kondisi penderitaan rakyat, serta bentuk kezaliman Jepang lainnya, yang berujung pada peristiwa yang mencengangkan Indonesia pada saat tahun 1945 (hehe....pernah ikut memainkan teater pada tanggal 14 Februari, tentang peristiwa heroik Supriyadi ini). Rumah Mbah Bendo sendiri adalah rumah dengan gaya arsitektur Jawa Mataraman. Bersoko guru 4 kayu balok besar dan tinggi dengan ornamen utama kayu pada atapnya. Sedang pintu dan jendela yang begitu lebar, dengan balai balai yang luas, menandakan gaya arsitektur rumah seorang priyayi Jawa. Apabila ada letusan Gunung Kelud, para warga biasanya mengusi di rumah Mbah Khasan Bendo.
Di depan Pesarehan Makam Mbah Khasan Bendo terdapat sebuah patung sapi yang sudah di cat warna hitam.
Selain itu di Pemakaman ini juga terdapat banyak tinggalan berupa umpak dan lumpang yang berserakan di area pemakaman tersebut selain itu terdapat bongkahan pahatan batu yang memanjang seperti meja. Kemungkinan benda tersebut digunakan sebagai sarana meletakkan sesaji, mengingat letaknya di makam tersebut.
Selain di pemakaman umum Dukuh Bendo di Lapangan Kelurahan Bendo terdapat sebuah lumpang besar yang dari dulu dikeramatkan oleh masayarakat setempat.
Di pemandian umum yang sekarang disebut “Water Park Sumber Udel”. Dahulu tempat ini terdapat sumber air yang menurut warga setempat sebanyak 3 buah, yang dua buah menjadi “Water Park” yang terakhir menjadi pemandian (belik) warga yang terletak di selatan “Water Park Sumber Udel”, di dekat Kali Lahar yang merupakan kali hasil muntahan lahar dingin dari Gunung Kelud. Di tempat tersebut terdapat struktur bangunan kuno yang terbuat dari batu bata dan sebuah arca pancuran, sayang sekali keberadaan temuan benda arkeologi tersebut sekarang tidak diketahui lagi. Selain itu untuk menuju kolam memandian tersebut harus menuruni anak tangga dan disekelilingnya ditumbuhi pohon beringan yang lebat. Kemungkinan dahulu merupakan tempat pathirtaan. Di Kelurahan Bendo terdapat nama Dukuh Baderan (Bader-an) yang memiliki pengertian nama jenis ikan sungai yang biasanya di budidayakan di kolam (Nila/ Mujair) dan Kampung Sangut (Sungut) berarti kumis ikan. Melihat nama-nama toponimi dan ikon Kelurahan Bendo mengingatkan kita akan perjalanan Bujangga Manik sebelum menuju Desa Blitar yaitu Polaman.
“……Leu(m)pang aing marat ngidul, nepi aing ka Waliring, ngalalaring ka Polaman, datang aing ka Balitar……” (“……Aku berjalan ke baratdaya, sampailah ke Waliring, aku berjalan lewat Polaman, tibalah ke Blitar……”) (Noordyun & A. Teeuw, 2009: 304).
Apabila dilihat dari perjalanannya yang mengarah ke barat daya maka terdapat nama suatu daerah yang mirip dengan nama Waliring, kemungkinan berubah menjadi Beringin (Bringin) yang merupakan nama Desa Sumberingin yang terletak di Kecamatan Sanan Kulon atau menjadi Desa Bangsri, Kecamatan Nglegok, menurut laporan daftar penemuan benda-benda purbakala di Jawa timur pada tahun 1977 disebutkan telah ditemukan tiga buah arca pancuran dan fragmen sebuah bangunan candi.
Selanjutnya menuju ke Polaman. Nama Polaman berarti Kolam ikan (ulam “ikan” jawa.), namun kemunculan toponimi ini sama dengan nama di daerah dekat Kendal. Dalam Nagarakrtagama disebutkan adanya Polaman di daerah Daha (Noordyun & A. Teeuw, 2009: 515). Selain itu pada uraian Pararaton disebutkan bahwa sebelum meninggal raja Katong (Jayakatwang) telah membuat Kidung Wukir Polaman di Djunggaluh (Padmapuspita, 1966: 79). Di Desa Bedali dan Desa Kalirejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, dimana juga terdapat nama Dukuh Polaman. Untuk Polaman perjalanan Bujangga Manik ini keberadaannya sebelum menuju ke Balitar, harus ditekankan dan dicari sebelah utara Balitar, bukan ke tempat lain.
Seperti yang saya ungkapkan di atas, Di Desa Jeding, Kecamatan Sanan Kulon terdapat situs kolam yang terbuat dari batu bata kuno, yang sekarang dipergunakan sebagai tempat kolam pemandian dan kolam pemancingan warga setempat. Selain Desa Jeding, di Kelurahan Tanggung Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar pada tahun 2011 baru ditemukan lingga semu, batu candi, beberapa lumpang, dan batu bata kuno. situs ini terletak di antara Sungai Lahar dan Sungai Cari. Di Kelurahan Bendo, Kecamatan Kepanjen Kidul, Kota Blitar terdapat pemandian umum yang sekarang disebut “Water Park Sumber Udel”. Dahulu tempat ini terdapat sumber air yang menurut warga setempat sebanyak 3 buah, yang dua buah menjadi “Water Park” yang terakhir menjadi pemandian (belik) warga yang terletak di selatan “Water Park Sumber Udel”, di dekat Kali Lahar yang merupakan kali hasil muntahan lahar dingin dari Gunung Kelud. Di tempat tersebut terdapat struktur bangunan kuno yang terbuat dari batu bata dan sebuah arca pancuran, sayang sekali keberadaan temuan benda arkeologi tersebut sekarang tidak diketahui lagi. Selain itu untuk menuju kolam memandian tersebut harus menuruni anak tangga dan disekelilingnya ditumbuhi pohon beringan yang lebat. Kemungkinan dahulu merupakan tempat pathirtaan. Di Kelurahan Bendo terdapat nama Dukuh Baderan (Bader-an) yang memiliki pengertian nama jenis ikan sungai yang biasanya di budidayakan di kolam (Nila/ Mujair) dan Kampung Sangut (Sungut) berarti kumis ikan. Berdasarkan toponimi dan tinggalan berupa Partirthaan boleh jadi Polaman berada di Kelurahan Bendo ini. Oleh karena itu pada abad 15, kawasan Kelurahan Bendo dahulu sudah dikenal walaupun namanya tidak harus Bendo.
Akan sejarah Bendo pada masa Kerajaan Islam, belum terlacak keberadaannya, namun apabila letak Bendo ini berdekatan dengan Kadipaten Blitar, maka Bendo termasuk wilayah Blitar juga. Mengingat pada masa Kerajaan Mataram, Blitar merupakan daerah kekuasannya di Bang Wetan. Pada tahun 1723 terjadi suatu peristiwi di kerajaan Mataram Islam yang membuat daerah Blitar pada tahun 1755 di pegang oleh Raden Mas Tumenggung Rekso Koesoemo dibawah komando Kasunanan Surakarta. Melihat peta tahun 1811 terlihat bahwa Blitar dipecah menjadi 3 bagian yaitu Kabupaten Srengat, Kabupaten Blitar yang masuk wilayah Kasunanan Surakarta yang dimana wilayah Bendo termasuk wilayah ini, dan sebagian masuk Kabupaten Hantang (Distrik Wlingi keselatan) yang dikuasai oleh Belanda. Kemungkinan ini adalah susunan baru setelah VOC bangkrut dan bubar pada tanggal 31 Desember 1799 dan diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1825-1830 meletuslah Perang jawa yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro, setelah perang tersebut dapat di tumbangkan oleh pemerintah Hindia Belanda, maka pada tanggal 13-14 juli 1830 terjadi suatu peristiwa di Pendopo Sepreh, Nganjuk yang dimana Blitar merupakan bawahan dari Residensi Kediri, namun masih tetap pecah seperti yang tertera dalam perjanjian Giyanti. Adapun bala tentara Pangeran diponegoro yang masih hidup, mengusi ke arah selatan dan timur, tak terkecuali di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Srengat. Mengingat rumah Mbah Khasan Bendo bergaya khas rumah mataram kemungkinan beliau juga keturunan dari para bangsawan atau pejuang masa terjadinya Perang Jawa yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro. Untuk penanda pemukiman laskar-laskar Pangeran Diponegoro adalah ditanamkan Pohon Sawo atau Pakis Aji, hal ini membuat penguatan bagi Mbah Khasan Bendo adalah keturunan dari Laskar pangeran Diponegoro, karena di samping kediamannya terdapat Pohon Sawo besar yang umurnya sudah tua.
Namun pada tahun tahun 1848 kediaman Bupati Blitar yaitu R.M Aryo Ronggo Hadinegoro di Desa Blitar dan masjid yang di bangun oleh penghulu I Blitar yaitu Kyai Imam Besari pada tahun 1820 Masehi di terjang muntahan letusan Gunung Kelud yang mengalir ke Sungai Lahar di dekat kediamannya. Selanjutnya kediamannya dipindahkan ke Kepanjenlor yang kini menjadi Pendopo Kabupaten Blitar yang berbatasan langsung dengan Kelurahan Bendo. Pada masa pemindahan tersebut memunculkan momentum cilak bakal Kotapraja, dimana disebut sebagai Desa Kepanjen. Desa ini diperintah oleh Raden Wongso Sukarto. Kabupaten Blitar, Kabupaten Srengat dan sebagian wilayah Kabupaten Hantang (distrik Wlingi) akhirnya bergabung menjadi satu pada tanggal 20 September 1852 dalam keputusan yang diambil oleh Residen Kediri.
Pada tanggal 4 Juni 1885, berdasarkan Staads Blaad No 107 yang memuat surat keputusan Gubernur General nederlanch Indi tanggal 30 Mei 1885 No. 4C tentang batas-batas Ibukota akhirnya Desa Kepanjen di pecah menjadi dua yaitu Desa Kepanjen Lor dan Desa Kepanjen Kidul serta Kampung Kauman dan Pecinan. Secara berangsur-angsur wilayahnya dikembangkan kearah utara hingga Kelurahan Bendo sekarang dan Jurang Sembot, Kelurahan Sentul sekarang, keutara sampai dengan Kampung Baru, Plosokerep dan Banban (Karangsari), Sebelah timur adalah Gebang, Sidorejo, Bendogerit dan Karang Lo, dan Kebarat hingga sampai Dawuhan dan Sudimoro (Dimoro). Adapun arti nama dukuh-dukuh di Bendo seperti yang saya utarakan diatas. Pada tahun 1906 terbentulah Gemeente atau Pemerintah Kotapraja Blitar dengan wilayah yang meliputi daerah-daerah yang saya sebutkan sebelumnya.
Menjelang tahun 1928 Gemeente Blitar pernah menjadi Kota Karisidenan dengan nama Residen Blitar, tetapi status ini tidak berlangsung lama, berdasarkan Staadsblad no. 447 tahun 1928 kembali lagi menjadi Gemeente Blitar. Pada masa ini telah melanjutkan bembangunan irigasi di Kotapraja Blitar, salah satunya adalah sungai lahar yang melewati Kelurahan Bendo yaitu Sungai Lahar yang juga sebagai tapal batas antar kelurahan. untuk tahun berikutnya hingga masa kemerdekaan, Pendidikan yang diselenggaran pemerintah Kotapraja berada di daerah Kepanjen Lor sekarang hingga keselatan yaitu SMPN 1 Blitar sekarang, Ketimur adalah SMAN 1 Blitar (Kecamatan Sanan Wetan) dan kebarat adalah tempat pendidikan yang ada di Desa Kauman (Kecamatan Sukorejo).
Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia Tepatnya tanggal 14 Februari, terdapat peristiwa heroik yang dilakukan oleh Shudanco Supriyadi dengan Guru Spiritualnya Mbah Khasan Bendo yang sekarang makamnya terletak di Pemakaman Umun Kelurahan Bendo.
sepatu orthopadi
orthoshoping.com
sepatu untuk koreksi kaki pengkor/ bengkok pada balita
kelainan kaki pada balita
Ads orthoshop
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.